PERKAWINAN JUJUR BAGI MASYARAKAT ADAT NIAS DI KECAMATAN LAHEWA KABUPATEN NIAS UTARA

Authors

  • Christina Zalukhu
  • yanzalzisatry yanzalzisatry
  • yofiza media

Abstract

PERKAWINAN JUJUR BAGI MASYARAKAT ADAT NIAS
DI KECAMATAN LAHEWA KABUPATEN NIAS UTARA
Christina Yulniasta Zalukhu
1 , Yansalzisatry1 , Yofiza Media 2
1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
E-mail : christina_yuniasta@rocketmail.com
1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
Abstract
Nias people embracing patrilineal kinship that is interesting lineage of the father, so the form
of marriage is a form of honest marriage, a marriage that is conducted with the honest
payment of the male to the female. Thus the wife go to be part of a group of husbands. The
problem is 1) how the implementation of the honest marriage for indigenous peoples Nias? 2)
whether the impact on indigenous peoples honest marriage Nias? 3) fantasize that the efforts
made to avoid marriage Nias honest for indigenous peoples? 4) whether the marriage is not a
result of an honest life for indigenous peoples Nias? The method used is the juridical
sociological method with penetiannya descriptive nature. Types of data sourced from primary
and secondary data, engineering data collection are interviews and document research, and
analyst data used qualitative data analyst. Based on this research can be concluded 1) the
number of honest women Nias very expensive. High or low depending on the number of
honest parents in the position of indigenous peoples, education level, and occupation of the
women. 2) the impact of marriage is honest poverty, unhappy, have a bad impression of the
honest marriage. 2) the efforts made to avoid the marriage honestly and ono sitobali
onositobali banua Moloi matua and 4) a result which does not use an honest marriage was the
husband's wife stayed in place, did not respect the marriage.
Keywords: Marriage, Honest, Indigenous Nias.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan berbagai suku bangsa, agama, budaya, bahasa dan adat-istiadat yang berbeda-beda. Dengan beranekaragamnya adat istiadat tersebut juga merupakan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, karena walaupun berbeda-beda akan tetapi tetap satu sebagai warga negara Indonesia. Pengaruh dari beraneka ragamnya adat istiadat dan agama yang ada di Indonesia, maka dalam pelaksanaan perkawinannya juga berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat itu sendiri, sehingga di Indonesia dapat dikenal berbagai macam sistem, azas dan bentuk perkawinan.
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, maka peraturan sebelumnya tidak berlaku lagi. Hal ini terdapat dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas undang-undang ini, maka dengan berlakunya undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek S.1847 No.23), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijk Ordanantie Christen Indonesia S 1933 No.74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling Op Gemeng De Huwelijken S.1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku. Namun ketentuan hukum adat sebagai pelengkap.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari defenisi tersebut terlihat tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Bahagia adalah adanya rasa aman dan kedamaian dalam melaksanakan perkawinan, sedangkan kekal adalah bahwa perkawinan itu dilaksanakan untuk selama-lamanya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, masalah perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting bagi setiap manusia, karena perkawinan bukan sekedar hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, akan
tetapi perkawinan bertujuan untuk meneruskan garis keturunan suatu keluarga, bahkan dalam pandangan adat, perkawinan itu bertujuan untuk memelihara hubungan keluarga agar tali persaudaraan semakin erat.
Dikarenakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat adat, bahwa perkawinan tersebut menyangkut kehormatan keluarga dan kerabat yang bersangkutan, maka proses perkawinan harus diatur dengan tata tertib adat agar dapat terhindar dari penyimpangan dan pelanggaran yang memalukan sehingga akhirnya akan menjatuhkan martabat, kehormatan keluarga dan kerabat yang bersangkutan.
Dalam melaksanakan suatu perkawinan, masyarakat Nias tidak hanya berpedoman pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, akan tetapi juga mempedomani hukum adat, karena bagi masyarakat adat Nias, sah suatu perkawinan apabila sudah memenuhi aturan adat dan peraturan perundang-undangan.
Menurut masyarakat adat Nias yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu menarik garis keturunan dari pihak Bapak, anak laki-laki adalah sebagai orang yang akan meneruskan garis keturunan dari suatu keluarga. Selain itu juga anak laki-laki tersebut mempunyai peran untuk mengurus seluruh harta warisan, mengurus orang tua, bahkan meneruskan kedudukan orang tuanya dalam masyarakat adat. Caranya adalah anak laki-laki tersebut melakukan perkawinan jujur yaitu prerkawinan yang dilakukan dengan membayar jujur dari pihak pria kepada pihak wanita. Fungsi jujur (bỏwỏ) yaitu dengan dibayarnya jujur (bỏwỏ) maka masuklah istri menjadi bagian dari kelompok suaminya. Anak-anak yang lahir dari istrinya itu, menjadi penerus keturunan keluarga suami. Sedangkan anak perempuan dipandang sebagai orang yang akan menghubungkan suatu keluarga dengan keluarga lainnya dan ia akan menjadi keluarga dari pihak suaminya.
Menurut tradisi Nias, perempuan itu harus dijaga dengan hati-hati oleh para laki-laki, baik bapak, kakak, adik dan paman (sibaya), karena ia adalah harta keluarga dalam arti anak perempuan harus benar-benar diawasi dengan ketat, tidak boleh bergaul sembarangan, supaya tidak ternoda atau tercemar nama baiknya sehingga akan mendapatkan jujur yang tinggi pula. Karena sekali ternoda maka keluarga merasa sangat malu dan dikucilkan dalam lingkungan masyarakat, seperti pepatah Nias mengatakan lebi bai mate dari pada aila (lebih baik mati dari pada malu). Intinya bahwa perempuan Nias
sangat dijaga ketat oleh pihak keluarganya, supaya anak perempuan tersebut mempunyai uang jujur yang tinggi ketika melakukan perkawinan. Dengan tingginya jujur tersebut berakibat terjadinya penyimpangan-penyimpangan terhadap perkawinan jujur.
Dari uraian singkat di atas, maka penulis merasa tertarik membahasnya sesuai dengan judul yang penulis pilih yaitu “ PERKAWINAN JUJUR PADA MASYARAKAT ADAT NIAS DI KECAMATAN LAHEWA KABUPATEN NIAS UTARA“
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis yaitu penelitian dengan menitik beratkan pada penelitian di lapangan untuk memperoleh data primer. Untuk mendapatkan data tersebut, penulis melakukan penelitian di Lahewa Kabupaten Nias. Disamping itu juga dilakukan penelitian terhadap bahan kepustakaan hukum untuk memperoleh data sekunder.
Dalam penelitian ini, sifat penelitiannya adalah deskriptif yaitu hasilnya dapat menggambarkan secara lengkap dan sistematis tentang perkawinan jujur pada masyarakat adat Nias.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data Primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan melalui wawancara langsung dengan responden. Responden adalah orang yang terlibat dalam perkawinan yaitu: kepala adat (salawa hada), orang tua kedua mempelai (so’ono), orang yang pernah melakukan perkawinan jujur (sangowalu), perantara (sio), saudara (talifuső). Informan terdiri dari: Tokoh Agama (Fandita), Tokoh Adat (Salawa Hada, Satua Mbanua, Salawa Eri), Tokoh masyarakat (kepala desa). Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan hukum yang terdiri dari : bahan hukum primer yaitu: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, bahan hukum sekunder yaitu: buku-buku hukum adat yang berkaitan dengan perkawina jujur, kajian-kajian hasil penelitian sebelumnya.
Wawancara adalah teknik pengumpul data yang dilakukan di lapangan melalui tanya jawab dengan responden dan informan. Wawancara tersebut dilakukan secara terbuka dimana responden dan informan tidak terikat dalam memberikan jawaban kepada penulis. Untuk tanya jawab tersebut penulis telah menyusun
pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu sebagai alat pengumpulan data. Studi dokumen adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan terhadap data sekunder yaitu dengan membaca buku-buku kepustakaan tentang perkawinan jujur, kajian-kajian hasil penelitian sebelumnya.
Analisis data setelah data berhasil dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder, kemudian data tersebut dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif adalah mengelompokan data menurut permasalahan yang diteliti kemudian disimpulkan dan diuraikan dalam bentuk kalimat.
Hasil dan Pembahasan
Ada 3 acara pelaksanaan perkawinan jujur bagi masyarakat adat Nias di Kecamatan Lahewa Kabupaten Nias Utara atau Fangowalu Sangosisi Talu Golayama yaitu:
Acara sebelum berlangsungnya perkawinan antara lain : Mamaigi Niha adalah pihak laki-laki mengutus seseorang sebagai perantara yang disebut sio, Fame’e Huhuo atau Meminang adalah pernyataan kehendak dari satu pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan untuk maksud mengadakan ikatan perkawinan, Fatunanga atau Pertunangan adalah hubungan hukum yang dilakukan antara orang tua pihak laki-laki dengan orang tua wanita untuk mengikat tali perkawinan anak-anak mereka dengan jalan peminangan terlebih dahulu, fanura ana’a adalah pelaksanaan pemberian jujur yang telah dirundingkan pada waktu fatunanga. Jumlah jujur tergantung tinggi rendahnya kedudukan orang tua perempuan didalam masyarakat adat. Fame’e nono alawe nihalỏ adalah penangisan anak perempuan dimana acara ini harus dilaksanakan sebelum pesta perkawinan, biasanya 2 hari atau 1 minggu sebelum berlangsungnya perkawinan tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Acara saat berlangsungnya Perkawinan atau Faekhu Walỏwa, yaitu pada acara pelaksanaan perkawinan yang sangat terpenting adalah bahwa perkawinan tersebut vsah menurut hukum yaitu : upacara hada / adat, upacara agama/pemberkatan nikah, pencatatan di kantor catatan sipil
Acara setelah terjadinya perkawinan antara lain mame’e gỏ adalah pihak keluarga perempuan mengantar makanan kepada anaknya perempuan, mameli nukha adalah acara dimana pihak laki-laki datang ke rumah perempuan dengan maksud mengambil seluruh barang dan pakaian serta hadiah perkawinan yang menjadi milik perempuan.
Dampak perkawinan jujur bagi masyarakat adat Nias di Kecamatan Lahewa Kabupaten Nias Utara yaitu dampak positif antara lain Kekerabatan fambambatỏsa, fasitengabỏỏ semakin terjalin, Fadono selalu diingatkan kepada kembali kewajibannya, yaitu melunasi sisa jujur waktu perkawinannya berlangsung, dengan cara menolong saudaranya pada waktu melangsungkan perkawinan, Dengan jujur yang tinggi jarang terjadinya perceraian, jujur atau bỏwỏ yang tinggi memberi pengertian bahwa anak perempuan tersebut perempuan yang terhormat, memberi pelajaran bagi anak-anak muda, bahwa perkawinan tidak gampang betul-betul butuh persiapan yang matang sebelum melakukan perkawinan. Dampak negatifnya antara lain : akibat sosial, apabila pihak laki-laki tidak mampu membayar bỏwỏ atau jujur yang sudah dijanjikan, pihak keluarga perempuan bisa menghilangkan nyawa salah satu dari pihak keluarga laki-laki, Tidak ada kebahagiaan, memberikan kesan buruk terhadap perkawinan jujur.
Upaya-upaya yang dilakukan menghindari perkawinan jujur bagi masyarakata adat Nias di Kecamatan Lahewa Kabupaten Nias Utara antara lain: ono sitobali matua atau perkawinan mengabdi, ono sitobali banua atau perkawinan ambil anak, moloi atau perkawinan lari berasama. Ono sitobali matua atau perkawinan mengabdi ini terjadi dikarenakan ketika diadakan lamaran, ternyata pihak laki-laki tidak mampu membayar atau memenuhi jujur yang
dipatok oleh pihak keluarga perempuan. Ono sitobali banua atau perkawinan ambil anak terjadi apabila pihak laki-laki tidak melaksanakan perkawinan jujur secara penuh. Artinya pihak laki-laki hanya membayar jujur setengah dari jumlah jujur yang dipatok keluarga perempuan. Moloi atau perkawinan lari berasama terjadi karena pihak laki-laki sama sekali tidak mampu memenuhi jujur yang telah dipatok oleh keluarga perempuan. Untuk menghindarkan diri dari berbagai ragam keharusan yang harus dipenuhi (jujur) dalam melaksanakan suatu perkawinan maka kedua calon penganten melarikan diri di daerah yang cukup aman, yang tidak diketahui keluarga perempuan.
Akibat perkawinan yang tidak pakai jujur pada masyarakat adat Nias di Kecamatan lahewa kabupaten Nias utara antara lain Suami tidak terhormat ditengah-tengah masyarakat adat, suami harus tinggal di keluarga istri; adat istiadat yang
turun menurun semakin hilang, kurangnya rasa kekeluargaan, kurangnya penghormatan terhadap perkawinan, seakan-akan perkawinan tersebut sangat mudah, sehingga laki-laki gampang, apapun yang dilakukan suami harus atas persetujuan pihak keluarga perempuan, suami tidak ada waktu untuk memperhatikan orang tua kandungnya.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka Penulis menarik beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Jumlah jujur dalam melaksanaan perkawinan pada masyarakat adat Nias di Kecamatan Lahewa Kabupaten Nias Utara sangat tinggi, tergantung kedudukan orang tua dalam masyarakat adat. Khusus yang beragama Islam, perkawinan jujur hampir sama pada perkawinan jujur pada masyarakat yang beragama Kristen. Hanya saja perbedaannya yaitu uang jujur dihitung 1 keping perak = 1 kg sapi dan jumlah jujur tidak terlalu dipatok.
2. Dampak perkawinan jujur pada masyarakat adat Nias di Kecamatan Lahewa Kabupaten Nias Utara yaitu:
a. Dampak positif
Pihak mempelai laki-laki sebelum hari berlangsungnya perkawinan selalu mengumpulkan kerabatnya seperti fadono, talifusỏ, fobanuasa, dimana tujuannya agar fadono, talifusỏ, fobanuasa ini bisa menolongnya, bahu membahu menanggung bỏwỏ atau jujur tersebut. Dari sisi ini dapat dilihat sisi positifnya yaitu Kekerabatan, fambambatỏsa, fasitengabỏỏ semakin terjalin, Fadono selalu diingatkan kembali kewajibannya, Tidak mudah untuk bercerai karena kalau kawin lagi, tentu laki-laki tersebut harus berhadapan lagi dengan jujur yang tinggi, anak perempuan sangat berhati-hati untuk tidak bergaul sembarangan karena semakin tinggi bỏwỏ atau jujur tersebut, maka akan memberi pengertian bahwa anak perempuan tersebut sangat terhormat.
b. Dampak negatif
1) Bỏwỏ atau jujur yang amat tinggi, dapat menimbulkan kemiskinan
Karena Penerapan bỏwỏ atau jujur ini selalu dipatok, mau tidak mau harus dipenuhi, sekalipun itu pihak keluarga laki-laki adalah orang yang tidak mampu. Keluarga laki-laki menjual apapun yang ada padanya bahkan berutansampai
anak cucu. Hal ini disebabkan karena jujur itu merupakan aturan adat yang tidak boleh dilanggar, jujur itu merupakan harga diri. .
2) Akibat sosial yaitu apabila pihak laki-laki tidak mampu membayar bỏwỏ atau jujur yang sudah dijanjikan, maka nyawa taruhannya.
3) Tidak ada kebahagiaan
Setelah perkawinan berlangsung, maka yang mempelai pikirkan bukan kebahagiaan lagi melainkan utang-utang yang telah dipinjam harus segera dilunasi. Keharmonisan dalam keluarga tidak ada, malah pertengkaran yang ada dan saling menyalakan.
4) Penerapan bỏwỏ atau jujur yuang tinggi memberikan kesan ketakutan, keenggaan, keraguan bagi laki-laki yang datang dari luar Nias untuk menikahi perempuan Nias.
5) Laki-laki Nias lebih memilih kawin di luar daerah Nias
3. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menghindari perkawinan jujur di Kematan Lahewa kabupaten Nias Utara yaitu ono sitobali matua, ( bentuk perkawinan ini terjadi karena
pihak laki-laki ketika diadakan lamaran tidak mampu membayar jujur), ono sitobali banua (bentuk perkawinan ini terjadi karena pihak laki-laki hanya bisa membayar jujur setengah dari jumlah jujur yang telah dipatok) dan moloi (perkawinan lari bersama).
4. Akibat dari perkawinan yang tidak paki jujur yaitu adat istiadat perkawinan pada masyarakat adat Nias semakin hilang, kurang rasa kekeluaragaan, kurangnya penghormatan terhadap perkawinan, acaranya sangat sederhana, suami terikat harus tinggal dikeluarga pihak istri, suami tidak terhormat, suami tidak ada waktu untuk memperhatikan keluarganya, menjadi contoh yang tidak baik apabila ada acara perkawinan selanjutnya.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Riduan Syahrani, 1987, Masalah-masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung.
Bushar Muhammad, 1998, Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.
Bambang Sunggono, 1997, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafika, Jakarta.
Hilman Hadi Kusuma, 1995, Hukum Perkawinan Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung.
1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Mandar Maju, Bandung.
Jajang Agung Sonjaya, 2008, Melacak Batu Menguak Mitos Pertualangan Antarbudaya Nias, Implus dan Kasinus, Yogyakarta.
Soebekti Poesponoto, 2001, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.
Soerojo Wignjodipuero, 1987, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat Indonesia, Haji Masagung, Jakarta.
Soerjono Soekanto, 2003, Hukum Adat Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Tolib Setiady, 2009, Intisari Hukum Adat Indonesia, Alfabe, Bandung.

Downloads

Published

2013-10-16