PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN AKIBAT PEMAKAIAN ALAT KESEHATAN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KOTA PADANG
Abstract
1ARTIKEL
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN AKIBAT PEMAKAIAN ALAT
KESEHATAN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
KOTA PADANG
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
M. I C H W A N
0910012111195
Program Kekhususan
Hukum Perdata
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
P A D A N G
2013
2
1
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN AKIBAT PEMAKAIAN ALAT
KESEHATAN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
KOTA PADANG
M. Ichwan1, Elyana Novira 1, Yofiza Media1
1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
E_mail: ichwanrp@yahoo.com
Abstract
Consumers and industry are related each other. The industry need consumers to use the
product, side that the consumers need businessmen for completion of item and / or services
needed, but the relationship not always benefits both sides. The problem are, how does the
form of implementation of the disputes resolution between consumers and businessmen by
Padang’s BPSK, how form of businessmen responsibility that given based on what consumers
got, and constraints are faced by Padang’s BPSK in resolving disputes between consumers
and businessmen. Writers use the juridical sociological research method based on primary
and secondary data. Data collecting technique are base on interview and study of documents.
The result showed that BPSK resolute the consumers dispute by conciliation, mediation or
arbitration, based on choice and agreement of the parties concerned. The responsibility got
by an obligation. Tell about the bussines man responsibility, it centainly should tell about
there whether that suffered by the consumer as a result of the use of and utilization by the
consumer on items and / or services produced by entrepreneurs. The obstacles faced by BPSK
like constraint human resources, institutional constraints and lack of facilities and
infrastructure in BPSK.
Keywords: Resolution, Dispute, Tools, Health
Pendahuluan
Pembangunan dan perkembangan
perekonomian khususnya di bidang
perindustrian dan perdagangan nasional telah
menghasilkan berbagai variasi barang
dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di
samping itu terdapat dalam penjelasan atas
Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) bagian I.
Umum menyebutkan, globalisasi dan
perdagangan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dan
informatika telah memperluas ruang gerak
arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi
batas-batas wilayah suatu negara, sehingga
barang dan/jasa yang ditawarkan bervariasi
baik produksi luar negeri maupun produksi
dalam negeri. Kondisi yang demikian pada
satu pihak mempunyai manfaat, yaitu bagi
konsumen karena kebutuhan konsumen akan
barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat
terpenuhi serta semakin terbuka lebar
kebebasan untuk memilih aneka jenis
2
kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan
keinginan dan kemampuan konsumen.
Diantara konsumen dengan pelaku
usaha mempunyai hubungan yang saling
ketergantungan, dimana pelaku usaha yang
menghasilkan barang dan/atau jasa
membutuhkan konsumen agar hasil
produksinya dapat dimanfaatkan, begitu
sebaliknya konsumen membutuhkan pelaku
usaha agar kebutuhan akan barang dan/atau
jasa dapat terpenuhi. Hubungan tersebut
tidak selalu menguntungkan. kedua belah
pihak, tidak jarang hubungan yang saling
ketergantungan antara pelaku usaha dengan
konsumen tersebut menimbulkan kerugaian
bagi salah satu pihak. Pelaku usaha dapat
mengalami kerugian apabila konsumen
melaksanakan perjanjian tidak sesuai dengan
yang disepakati, tetapi konsumen juga sering
dirugikan oleh para pelaku usaha ketika
kualitas dan kuantitas suatu barang dan/atau
jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang
disepakati, ditambah lagi dengan adanya
sebahagian konsumen di Indonesia memiliki
tingkat pendidikan yang rendah yang tidak
paham sepenuhnya dengan hak-haknya
sebagai konsumen, sehingga dengan keadaan
yang seperti ini ketika terjadinya
persengketaan antara pelaku usaha dengan
konsumen, tidak jarang konsumen yang
menjadi korban.
Kekuatan pasar yang dirancang
sedemikian rupa oleh pelaku usaha selama
ini membuat kedudukan konsumen semakin
lemah terpuruk. Akankah perlindungan
konsumen dapat diwujudkan dinegara kita?
Jawabannya tergantung kepada pelaku usaha,
pemeritah dan masyarakat sebagai
konsumen. Hukum perlindungan konsumen
belum mampu menghilangkan ketidakadilan
pasar tanpa dibarengi dengan perbaikan
terhadap mekanisme pasar itu sendiri. Oleh
karena itu pembahasan mengenai penegakan
hukum penyelesaian sengketa konsumen
hanya merupakan sebahagian kecil dari
upaya penegakan hukum di Indonesia.
Sebagai salah satu bentuk tindakan
kongrit dari pemerintah Indonesia dalam
upaya memberikan perlindungan terhadap
konsumen adalah dengan dikeluarkannya
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
pada tanggal 20 April 1999. Dalam UUPK
ini salah satunya diatur hak dan kewajiban
pelaku usaha maupun konsumen, perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha, ketentuan
mengenai pencantuman klausula baku serta
penyelesaian sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha.
Dalam UUPK untuk menyelesaikan
sengketa yang terjadi antara konsumen
dengan pelaku usaha dibentuk suatu badan
penyelesaian sengketa di luar badan
peradilan yang dinamakan dengan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Penyelesaian sengketa melalui BPSK ini
berdasarkan prinsip cepat, murah, dan
sederhana.
3
Menurut Pasal 2 UUPK, salah satu tugas
dan wewenang dari BPSK adalah
melaksanakan penanganan dan penyelesaian
sengketa konsumen dengan cara konsiliasi,
mediasi dan arbitrase. Menurut Pasal 4 ayat
(1) Keputusan Mentri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 350 Tahun 2001 tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen dijelaskan
bahwa “Penyelesaian sengketa konsumen
oleh BPSK dilaksanakan dengan cara
konsiliasi, mediasi dan arbitrase sebagaimana
dimaksud Pasal 3 huruf a, dilakukan atas
dasar persetujuan dan kesepakatan para pihak
yang bersangkutan”. Selanjutnya Pasal 4 ayat
(2) menyatakan bahwa “Penyelesaian
sengketa konsumen sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) bukan merupakan
proses penyelesaian sengketa berjenjang”,
maka dapat disimpulkan bahwa, pelaku
usaha dan konsumen hanya dapat memilih
salah satu cara diantara 3 (tiga) cara di atas.
Jika proses penyelesaian melalui cara yang
dipilih gagal atau salah stu pihak merasa
tidak puas, maka para pihak tidak dapat lagi
menggunakan cara lain dan pihak yang
merasa tidak puas dapat mengajukan
permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri.
Di Kota Padang BPSK dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18
Tahun 2005 tentang Pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen pada
Pemerintah Kota Padang, Kabupaten
Tangerang, Kabupaten Indramayu, dan
Kabupaten Bandung. Semenjak keluarnya
keputusan tersebut maka sengketa konsumen
yang terjadi di Kota Padang tidak perlu lagi
diselesaikan melalui Pengadilan tetapi dapat
dilaksanakan melalui BPSK Kota Padang.
Salah satu sengketa konsumen yang
telah diselesaikan oleh BPSK Kota Padang
adalah sengketa antara Rohani dengan PT.
Cipta Harmoni Mandiri. Kasus ini berawal
pada hari Rabu Tanggal 18 Januari 2012,
pada waktu itu datanglah 4 orang petugas
dari PT. Cipta Harmoni Mandiri kerumah
Rohani dengan menawarkan alat terapi
kesehatan yang berbentuk ikat pinggang,
petugas itu mangatakan bahwa ikat pinggang
ini adalah ikat pinggang kesehatan yang
dapat mengobati berbagai penyakit,
kemudian petugas itu lansung menawarkan
kepada Rohani, petugas itu mengatakan
bahwa harga sebenarnya alat ini adalah Rp.
1.200.000,- tetapi karena saat ini ada promosi
maka harganya cuma Rp. 300.000,- saja,
karena alat tersebut terasa murah oleh
Rohani, maka Rohani membelinya, semenjak
Rohani membeli alat kesehatan ke PT.
Mandiri Cipta Harmoni yang tujuan mulanya
untuk pencegahan terhadap penyakit, namun
sejalan dengan pemakaian alat kesehatan
tersebut, bukannya kesehatan yang didapat
tetapi malah membuat Rohani menjadi sakit
pada badannya, khususnya pada pinggang
dan perutnya yang meninggalkan bintikbintik
merah.
4
Berbicara megenai kesehatan,
menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis,
kesehatan merupakan salah satu hak dasar
manusia di Indonesia yang diakui dalam
konstitusi UUD 1945. Sebagai perwujudan
dari perlindungan hak dasar tersebut, Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
layanan kesehatan yang layak termasuk
ketersediaan obat.
Tanggung jawab yang diamanatkan
oleh konstitusi tersebut dituangkan dalam
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Pada Pasal 36 disebutkan
bahwa Pemerintah menjamin ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan
kesehatan terutama obat esensial.
Ketersediaan perbekalan kesehatan ini
dilakukan melalui kegiatan pengadaan alat
kesehatan dan obat-obatan, dan juga dalam
Pasal 98 Undang-undang ini menyebutkan,
bahwa ketersediaan farmasi dan alat
kesehatan harus aman, berkhasiat atau
bermanfaat, bermutu, dan terjangkau dan
setiap orang yang tidak memiliki keahlian
dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengolah, mempromosikan,
dan mengedarkan obat dan bahan yang
berkhasiat obat. Ketentuan mengenai
pengadaan, penyimpanan, pengolahan,
promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat
kesehatan harus memenuhi standar mutu
pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka permasalahan yang diangkat
dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimanakah bentuk pelaksanaan
penyelesaian sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha oleh Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Padang?
2. Bagaimanakah bentuk
pertanggungjawaban yang diberikan
pelaku usaha terhadap apa yang dialami
konsumennya?
3. Kendala-kendala apakah yang dihadapi
oleh Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Padang dalam
menyelesaikan sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha?
Berdasarkan batasan masalah yang
akan dikaji oleh peneliti maka dapat ditarik
tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh
peneliti sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan
penyelesaian sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha oleh Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Padang.
2. Untuk mengetahui bentuk
pertanggungjawaban yang diberikan
pelaku usaha terhadap apa yang dialami
konsumennya.
5
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang
dihadapi oleh Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Kota Padang dalam
menyelesaikan sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha.
Metodologi
Dalam penelitian ini peneliti
melakukan penelitian dengan mengunakan
jenis penelitian yuridis sosiologis yaitu
penelitian yang lebih mengutamakan
penelitian lapangan untuk mendapatkan data
primer. Di samping itu juga dilakukan
penelitian terhadap bahan-bahan kepustakaan
untuk mendapatkan data sekunder.
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan 2 (dua) sumber data, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari sumber pertama
yaitu data yang diperoleh di lapangan dengan
melakukan wawancara dengan informan dan
responden, dimana informannya adalah
Ketua BPSK Kota Padang yaitu Bapak
Nurmatias, dan sebagai respondennya adalah
Majelis Hakim sebagai mediator.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari sumber data penunjang, yaitu
dengan mempelajari dan mengolah bahan
atau data yang ada/bahan kepustakaan.
Ada dua kegiatan utama yang akan
dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini,
yaitu:
1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh
keterangan untuk menjawab permasalahan
penelitian dengan cara tanya jawab dengan
bertatap muka antara peneliti atau
pewawancara dengan responden dan
informan dengan menggunakan alat yang di
namakan interview guide (paduan
wawancara) yang bersifat terbuka.
2. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah teknik
pengumpulan data dengan cara mempelajari
bahan kepustakaan atau literatur-literatur
yang ada terdiri dari peraturan-peraturan
perundang-undangan, buku-buku literatur
serta hasil penelitian yang berkaitaan dengan
masalah yang akan diteliti.
Analisa data dilakukan secara
kualitatif yaitu dari data yang diperoleh
kemudian disusun secara sistimatis dan
dianalisa untuk mencapai kejelasan masalah
yang dibahas.
Analisa data kualitatif adalah suatu
cara penelitian yang menghasilkan data
diskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan
oleh responden baik secara tertulis maupun
lisan dan juga prilaku yang nyata, diteliti dan
dipelajari secara utuh. Pengertian analisis,
dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan
penafsiran secara logis, dan sistematis.
Setelah analisis data selesai, maka
hasilnya akan disajikan secara deskriptif,
yaitu dengan menuturkan dan mengambarkan
apa adanya sesuai dengan permasalahan yang
6
diteliti. Dari hasil tersebut ditarik kesimpulan
yang merupakan jawaban atas permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dengan
bapak Nurmatias S.H (Kepala Sekretariat
BPSK) Kota Padang pada tanggal 21
Agustus 2013 menjelaskan, dasar hukum
dalam penyelesaian sengketa konsumen
melalui BPSK yaitu, SK Menteri
Perindustrian dan Perdagangan RI No.
350/MPP/Kep/12/2000 (Pasal 4) tentang
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,
Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK
diselesaikan melalui cara Konsiliasi atau
Mediasi atau Arbitrase, yang dilakukan atas
dasar pilihan dan persetujuan para pihak
yang bersangkutan, dan bukan merupakan
proses penyelesaian sengketa secara
berjenjang. Metode penyelesaian kasus
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha
ada tiga yaitu konsiliasi, mediasi atau
arbitrase.
Bapak Numatias S.H juga menjelaskan,
Prosedurnya cukup sederhana, konsumen
yang bersengketa dengan pelaku usaha bisa
langsung datang ke BPSK dengan membawa
permohonan penyelesaian sengketa, mengisi
form pengaduan dan juga berkas-berkas atau
dokumen yang mendukung pengaduannya,
pihak-pihak yang berperkara di BPSK tidak
dikenai biaya perkara alias gratis, prosedur
pengaduan konsumen pun cukup mudah,
yaitu hanya membawa barang bukti atau
bukti pembelian atau pembayaran, dan kartu
identitas (KTP). Formulir pengaduan
disediakan di sekretariat BPSK. Pihak BPSK
lalu akan melakukan pemanggilan pada
pihak-pihak yang bersengketa guna
dipertemukan dalam Prasidang, dari
Prasidang itu bisa ditentukan langkah
selanjutnya apakah konsumen dan pelaku
usaha masih bisa didamaikan atau harus
menempuh langkah-langkah penyelesaian
yang telah ditetapkan diatas tadi antara lain:
1. Konsiliasi
Dalam suatu konsiliasi, BPSK melalui
suatu majelis yang dibentuknya hanya
berperan sebagai pendamping untuk
mencapai kesepakatan tentang bentuk dan
besarnya jumlah ganti rugi.
Majelis yang dibentuk oleh BPSK
bertindak secara pasif sebagai konsiliator dan
meyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian
kepada para pihak yang bersengketa, baik
mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi.
Penyelesaian sengketa konsumen secara
konsiliasi selambat-lambatnya 21 (dua puluh
satu) hari kerja terhitung sejak gugatan
diterima oleh majelis. Dalam hal tercapai
suatu kesepakatan maka kesepakatan tersebut
dituangkan dalam bentuk perjanjian yang
ditandatangani oleh para pihak yang
dikuatkan dengan putusan majelis. Putusan
majelis bersifat final dan mengikat.
2. Mediasi
7
Dalam suatu mediasi, BPSK melalui
majelis yang dibentuknya hanya berperan
secara aktif membantu tercapainya
kesepakatan tentang bentuk dan besarnya
jumlah ganti rugi.
Majelis yang dibentuk oleh BPSK
bertindak secara aktif sebagai mediator dan
menyerahkan sepenuhnya proses
penyelesaian sengketa kepada para pihak
yang bersengketa, baik mengenai bentuk
maupun jumlah ganti rugi. Penyelesaian
konsumen secara mediasi selambatlambatnya
21 (dua puluh satu) hari kerja
terhitung sejak gugatan diterima oleh majelis.
Dalam hal tercapainya suatu kesepakatan
tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian
yang dikuatkan dengan putusan majelis,
Putusan majelis bersifat final dan mengikat.
3. Arbitrase
Penyelesaian sengketa konsumen dengan
cara abritase, para pihak yang bersengketa
menyerahkan sepenuhnya penyelesaian
sengketa kepada arbiter. Dua orang arbiter
oleh para pihak dari anggota BPSK yang
berasal dari unsur pelaku usaha dan
konsumen sebagai anggota majelis dan para
arbiter tersebut memilih arbiter ketiga dari
unsur pemerintah sebagai ketua majelis.
Penyelesaian sengketa konsumen secara
arbitrase selambat-lambatnya 21 hari kerja
terhitung sejak gugatan diterima oleh majelis.
Putusan majelis bersifat final dan mengikat,
dan terhadap putusan arbitrase dapat diajukan
keberatan. Keberatan terhadap putusan
arbitrase dapat diajukan baik oleh pelaku
usaha dan/ atau konsumen kepada Pengadian
Negeri ditempat kedudukan hukum
konsumen sebagai penggugat. Keberatan
hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu
14 (empat belas) hari terhitung sejak para
pihak menerima pemberitahuan putusan
arbiter.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
bapak Desemberius, S.E, M.M (Ketua
Majelis sengketa konsumen antara Rohani
melawan PT. Mandiri Cipta Harmoni) pada
tanggal 22 Agustus 2013, pada kasus yang
telah diselesaikan oleh BPSK Kota Padang
dengan Nomor Putusan No.
15/P3K/BPSK/M/II/2012 Tanggal 16
Februari 2012. Majelis BPSK Kota Padang
memeriksa dan mengadili serta memutus
dalam perkara antara, Rohani yang bertempat
tinggal di Jalan Banuaran No.2, RT 006/RW
002, Kelurahan Banuaran Nan XX,
Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang,
selanjutnya disebut sebagai penggugat,
melawan PT. Mandiri Cipta Harmoni, yang
dalam hal ini diwakili oleh Kadek Dwi
Indrayani (sebagai pimpinan) beralam di
Pasar Baru (sebelah Bank BRI) Kecamatan
Pauh depan Bidan Ani, Padang, selanjutnya
sebagai tergugat.
Tentang duduk perkaranya, menimbang,
bahwa penggugat mengajukan gugatan
terhadap tergugat melalui surat gugatannya
tertanggal 30 Januari 2012 yang didaftarkan
pada Sekretariat BPSK Kota Padang Tanggal
8
30 Januari 2012, Nomor: 15/P3K/2012 yang
pada pokoknya penggugat sebagai konsumen
menyatakan sebagai berikut:
1. Bahwa penggugat Hari Rabu, Tanggal 18
Januari 2012 didatangi oleh 4(empat)
orang petugas dari PT. Mandiri Cipta
Harmoni di rumah penggugat, bahwa
petugas dari tergugat dalam
mempromosikan dan menjual ikat
pinggang yang dapat mengobat macammacam
penyakit;
2. Bahwa petugas tergugat tersebut
mempraktekkan cara pemakaian ikat
pinggang tersebut, petugas tergugat
mengatakan ikat pinggang tersebut bagus
untuk kesehatandan harganya sebesar Rp.
1.200.000,- (Satu Juta Dua Ratus Ribu
Rupiah), karena saat ini ada promosi maka
harga barang ini ditawarkan seharga Rp.
300.000,- (Tiga Ratus Ribu Rupiah);
3. Bahwa penggugat menawarkan ikat
pinggang tersebut dengan harga Rp.
300.000,- (Tiga Ratus Ribu Rupiah) dan
penggugat setuju dengan harga tersebut,
dianggap murah, penggugat membeli ikat
pinggang tersebut dengan harga Rp.
300.000,- (Tiga Ratus Ribu Rupiah);
4. Bahwa penggugat, setelah membeli ikat
pinggang tersebut langsung memakainya
dan setelah 2 (jam) memakai ikat pinggat
tersebut, penggugat merasakan tidak enak
memakainya seperti ada keganjilan pada
perutnya dan sehari sesudah itu perut
penggugat mulai mengelepuh dan
selanjutnya penggugat langsung menelpon
tergugat dan petugas tergugat tersebut
tidak merasa tanggung jawab atas
kejadian yang di alami penggugat;
5. Bahwa penggugat telah beberapa kali
menelepon kepada tergugat dan lalu
mengancam tergugat dan pada hari ke
empatnya tergugat datang dengan gaya
penuh lembut akan mengganti barang
tersebut dan barang tersebut akan
digantinya sebesar Rp.200.000,- (Dua
ratus ribu rupiah) dan ikat pinggang
tersebut akan di serahkan kepada tergugat
dan tergugat akan membayar
kekurangannya Rp.100.000 (seratus ribu
rupiah) dan juga akan mengganti biaya
pengobatan perut penggugat;
Berdasarkan alasan-alasan sebagaimana
dikemukakan penggugat, penggugat disini
memohon dengan hormat agar majelis BPSK
Kota Padang mengabulkan gugatan
pengguagat dengan amar putusan sebagai
berikut:
1. Bahwa tergugat harus mengganti atau
mengembaliakan uang penggugat secara
utuh
2. Bahwa tergugat harus menyembuhkan
penyakit yang diderita penggugat akibat
pemakaian ikat pinggang tersebut
3. Bahwa tergugat memberi kompensasi
sebesar Rp.5.000.000;- (lima juta rupiah)
akibat penderitaan karena memakai ikat
pinggang tersebut
9
Menimbang, bahwa pada hari sidang telah
ditetapkan Tanggal 7 Februari 2012,
penggugat hadir dan tergugat tidak hadir,
pada sidang tersebut majelis menyarankan
kepada penggugat untuk mencari tergugat
dan menyelesaikan perkara ini supaya
penggugat tidak dirugikan dalam masalah ini
dan sidang akan dilanjutkan pada Tanggal 14
Februari 2012;
Menimbang, bahwa sidang pada Tanggal
14 Februari 2012 penggugat dan tergugat
hadir, majelis dapat memberi arahan dan
masukan bahwa beracara di BPSK pada
prinsipnya dapat menciptakan perdamaian,
maka hak-hak dari konsumendan pelaku
usaha dapat terwujud sebagaimana mestinya
atau Win-win Solution (menang sama
menang dan atau tidak ada perasaan dari para
pihak merasa dikalahkan);
Menimbang, bahwa majelis telah dapat
Memediator bahwa penyelesaian dalam
perkara quo dengan cara Mediasi;
Menimbang, bahwa dalam acara mediasi
para pihak telah dapat menetapkan poin-poin
perdamaian yang dapat disepakati oleh para
pihak penggugat dan tergugat;
Menimbang, bahwa poin-poin hasil
perdamaian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bahwa tergugat bersedia mengembalikan
uang penggugat sebesar Rp. 300.000,-
(tiga ratus ribu rupiah) sesuai dengan
jumlah uang yang dibayarkan oleh
penggugat;
2. Bahwa penggugat telah mengembalikan
ikat pinggang yang dibelinya tersebut
kepada tergugat
3. Bahwa dengan terjadinya perdamaian dan
pengembalian uang dari tergugat dan
pengembalian barang yang dibeli oleh
penggugat ke tergugat, maka gugatan atau
tuntutan penggugat selebihnya dalam
perkara ini batal dan atau batal demi
hukum.
Adapun tentang hukumnya adalah sebagai
berikut;
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan
penggugat sebagaimana dimaksud di atas;
Menimbang, bahwa telah adanya
persetujuan perdamaian antara penggugat
dan tergugat seperti yang diuraikan di
atas, maka majelis harus memberikan
keptusan dalam perkara ini;
Menimbang, mengingat dan
memperhatikan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dan keputusan Mentri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor:
350/MPP/Kep/12/2001.
Memutuskan
1. Menetapkan dan mensyahkan persetujuan
perdamaian point 1 s/d 3 tersebut di atas;
2. Mewajibkan kepada pihak penggugat dan
tergugat, menerima dan melaksanakan
persetujuan perdamaian dimaksud;
3. Menolak tuntutan penggugat selebihnya;
4. Mewajibkan kepada tergugat untuk
membyarkan biaya perkara yang sampai
10
saat ini di taksir sebesar Rp.-0- (nihil
rupiah)
Demikian diputuskan dalam musyawarah
majelis Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) Kota Padang pada hari
Kamis, Tanggal 16 Februari 2012 oleh
Desemberius, S.E, M.M sebagai Ketua
Majelis, Zulnadi, S.H dan H. Zamri Malik,
S.H sebagai Anggota Majelis, Putusan yang
mana diucapkan pada hari itu juga dalam
persidangan oleh Desemberius, S.E, M.M
sebagai Ketua Majelis, Zulnadi, S.H dan H.
Zamri Malik, S.H sebagai Anggota Majelis
serta dibantu oleh Yul Utama S.H sebagai
Panitera dan juga dihadiri oleh para pihak
Penggugat dan Tergugat. Dari putusan diatas
dapat dilihat, dimana para pihak yaitu
Penggugat dan Tergugat telah sepakat untuk
memilih cara penyelesaian secara
perdamaian atau dengan mediasi.
Menurut hukum, setiap tuntutan
pertanggungjawaban harus mempunyai
dasar, yaitu hal yang menyebabkan
timbulnya hak hukum seseorang untuk
menuntut orang lain sekaligus berupa hal
yang melahirkan kewajiban hukum orang
lain itu untuk memberi
pertanggungjawabannya.
Pengertian atau makna dari istilah
tanggung jawab adalah siap menerima
kewajiban ataupun tugas, sebagian orang,
karena tidak bisa memahami arti dari sebuah
tanggung jawab, sudah terlalu banyak orang
untuk menghindari tanggung jawab dengan
menyalahkan orang lain, dari pada mau
menerima tanggung jawab dan dengan gagah
berani menghadapi tantangan apapun di
depannya. Suatu hal yang nyata, bahwa
mengelak dari suatu tanggung jawab bagi
sebagian orang merupakan hal yang wajar
karena dengan sikap yang tidak bertanggung
jawab tersebut mereka mendapatkan suatu
keuntungan.
Di dalam buku ke III KUH Perdata
mengatur tentang pertanggung jawaban
dalam suatu perikatan baik yang lahir karena
Undang-undang maupun perjanjian. Berikut
adalah bunyi pasal- pasal tersebut:
Pasal 1365 KUH Perdata : “Tiap
perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian pada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.”
Pasal 1366 KUH Perdata : “Setiap orang
bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian
yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi
juga untuk kerugian yang disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya”
Pasal 1367 KUH Perdata : “Seseorang
tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian
yang disebabkan karena perbuatannya
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatan orang-orang
yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan oleh barang-barang yang berada
di bawah pengawasannya”
Mengacu pada isi dari Pasal 1365, Pasal
1366, dan Pasal 1367 KUH Perdata di atas,
11
penulis menyimpulkan bahwa seseorang
wajib bertanggung jawab untuk memberikan
ganti rugi tidak hanya disebabkan oleh
perbuatannya sendiri, akan tetapi juga karena
barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya dan disebabkan oleh
perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, contohnya tanggung jawab
PT. Mandiri Cipta Harmoni selaku pelaku
usaha terhadap Rohani sebagai
konsumennya.
Selain KUH Perdata, tanggung jawab
pelaku usaha secara jelas diatur dalam Bab
IV Pasal 19 sampai Pasal 28 Undang-Undang
No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, berdasarkan ketentuan Pasal 19
dalam ayat (1) terlihat bahwa tanggung
jawab untuk memberikan ganti rugi ini
berlaku mutlak, tanpa memperdulikan atau
mempertimbangkan ada atau tidaknya unsur
kesalahan dari pelaku usaha.
Berdasarkan hasil wawancara penulis
dengan ibuk Yul Utama S.H (Panitera
sengketa konsumen antara rohani melawan
PT. Mandiri Cipta Harmoni) pada tanggal 23
Agustus 2013 mengatakan, berdasrkan
analisis terhadap kasus yang diputuskan
melalui proses mediasi di BPSK Kota
Padang Putusan No.
15/P3K/BPSK/M/II/2012 Tanggal 16
Februari 2012 perkara antara, Rohani sebagai
konsumen dari PT. Mandiri Cipta Harmoni,
melawan PT. Mandiri Cipta Harmoni, dalam
putusan mediasi ini PT. Mandiri Cipta
Harmoni sebagai pelaku usaha besedia
bertanggung jawab atas apa yang dialami
Rohani sebagai konsumennya, disini PT.
Mandiri Cipta Harmoni sebagai pelaku usaha
bersedia mengembalikan uang Rohani
sebagai konsumennya sebanyak Rp.
300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) sesuai
yang diminta Rohani sebagai konsumennya
dan Rohani telah mengembalikan alat
kesehatan yang berupa ikat pinggang tersebut
ke PT. Mandiri Cipta Harmoni.
Dari hasil wawancara dengan bapak
Nurmatias S.H yang penulis lakukan di
lapangan, dapat diketahui ada beberapa
kendala-kendala yang di hadapi oleh Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Kota Padang dalam menyelesaiakan sengketa
konsumen yaitu sebagai berikut:
1. Kendala Sumber Daya Manusia (SDM)
pada BPSK, karena SDM adalah
merupakan salah satu faktor pendukung
terhadap optimalisasi Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen, karena sebaik
apapun suatu konsep pembentukan badan
atau lembaga tetapi tidak didukung oleh
sumber daya manusia yang mempunyai
kompetensi yang baik pula maka suatu
badan atau lembaga itu pun akan jauh dari
keinginan atau cita-cita, seperti diBPSK
Kota Padang, SDMnya masih terbatas,
karena anggota Majelis memiliki latar
belakang disiplin ilmu yang berbeda, tidak
semua anggota Majelis yang mempunyai
latar belakang Sarjana Hukum,
12
menyebabkan kurangnya pemahaman
Majelis terhadap peraturan perundangan
yang adadan susahnya mengatur jadwal
persidangan, karena anggota Majelis
terdiri dari beberapa unsur dan banyak
anggota Majelis yang mempunyai
pekerjaan lain di luar BPSK.
2. Masih kurangnya sarana dan prasarana
pada BPSK Kota Padang, salah satunya
adalah ruang sidang yang cukup memadai
sehingga mengurangi kenyamanan dan
ketentraman dalam persidangan dan di
dalam ruangan sekretariat seharusnya
setiap meja dilengkapi dengan komputer
agar memudahkan dalam bekerja, namun
dilapangan terlihat hanya satu komputer
saja.
3. BPSK sering kali mengalami kesulitan
dalam proses pelaksanaan upaya paksa,
baik itu dalam upaya menghadirkan
pelaku usaha untuk memenuhi panggilan
BPSK maupun dalam proses pemanggilan
para saksi, jika diperlukan saksi.
Walaupun peraturan yang ada
memberikan kesempatan pada BPSK
untuk meminta bantuan aparat pemerintah
untuk melakukan upaya tersebut, namun
hal ini sering menemui kendala.
4. Kendala kelembagaan, kurangnya
koordinasi dengan aparatur terkait
lainnya, salah satunya adalah kurang
respon dari aparat kepolisian dalam
membantu melakukan upaya paksa untuk
menhadirkan saksi atau pelaku usaha
bahkan dalam pelaksanaan eksekusi.
5. Masih banyak masyarakat Kota Padang
yang belum mengetahui bahwa dikota
Padang sudah dibentuk badan khusus
selain Pengadilan yang dapat
menyelesaikan sengketa antara pelaku
usaha dengan konsumen, yaitu Badan
Penyelesaian Sengketa Konumen Kota
Padang.
6. Ketidaktelitian masyarakat dalam
melakukan berbagain transaksi barang
dan/atau jasa dengan pelaku usaha,
sehingga seringkali masyarakat tidak
paham bahkan tidak mengetahui bahwa
secara sepihak pelaku usaha telah
mencantumkan klausula baku yang dibuat
dan dirumuskan sendiri oleh pelaku usaha,
dengan adanya klausula baku ini
seringkali apabila kemudian hari terjadi
sengketa antara konsumen dengan pelaku
usaha berhubungan dengan hal tersebut,
membuat posisi konsumen menjadi lemah.
Simpulan
1. Proses penyelesaian sengketa antara
Rohani melawan PT. Mandiri Cipta
Harmoni oleh BPSK Kota Padang diawali
dengan mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa oleh penggugat
yang ditujukan kepada Ketua BPSK Kota
Padang, permohonan ini dapat berupa
lisan maupun tulisan, tapi pada sengketa
ini pihak penggugat yakni Rohani
membuat permohonan secara tertulis.
13
Penyelesaian dapat ditempuh melalui 3
cara yaitu; konsoliasi, mediasi dan
arbitrase. Salah satu cara penyelesaian
sengketa tersebut dipilih berdasarkan
kesepakatan atau persetujuan kedua belah
pihak yang bersengketa, dalam kasus
Rohani (sebagai penggugat) dengan pihak
PT. Mandiri Cipta Harmoni (sebagai
tergugat) sepakat untuk menyelesaikan
sengketa mereka dengan cara mediasi.
2. Tanggung jawab pelaku usaha itu lahir
dari suatu kewajiban. Disamping itu
membicarakan persoalan tanggung jawab
dari pelaku usaha maka sudah tentu harus
membicarakan ada tidaknya kerugian
yang diderita oleh konsumen sebagai
akibat dari penggunaan, pemanfaatan,
serta pemakaian oleh konsumen atas
barang dan/ atau jasa yang dihasilkan oleh
pelaku usaha tertentu. Dimana dalam
kasus ini tergugat PT. Mandiri Cipta
Harmoni selaku pelaku usaha memberikan
pertanggungjawaban terhadap Rohani
selaku konsumen yaitu dikembalikannya
uang Rohani sebesar Rp. 300.000,- (tiga
ratus ribu rupiah), atas pembelian alat
kesehatan yang berupa ikat pinggang oleh
PT. Mandiri Cipta Harmoni.
3. Adapun kendala-kendala yang dihadapi
oleh BPSK Kota Padang dalam
penyelesaian sengketa anatara konsumen
dengan pelaku usaha diataranya;
a) Kendala Sumber Daya Manusia (SDM)
pada BPSK, karena anggota Majelis
memiliki latar belakang disiplin ilmu
yang berbeda, tidak semua anggota
Majelis yang mempunyai latar
belakang Sarjana Hukum,
menyebabkan kurangnya pemahaman
Majelis terhadap peraturan
perundangan yang ada.
b) Kendala sarana dan prasarana, yaitu
masih terbatasnya sarana dan prasarana
yang tersedia pada BPSK Kota Padang
c) Kendala kelembagaan, kurangnya
koordinasi dengan aparatur terkait
lainnya.
d) Kendala pada masyarakat sebagai
konsumen, bahwa masih kurangnya
ketelitian masyarakat dalam melakukan
berbagai transaksi barang dan/atau jasa
dengan pelaku usaha.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan banyak
terimakasih kepada Ibuk Elyana Novira,
S.H., M.H., selaku Pembimbing I dan Yofiza
Media, S.H., M.H., selaku Pembimbing II
yang telah banyak membantu dan
memberikan nasehat maupun saran dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Selanjutnya penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Ibu Dwi Astuti Palupi, S.H., M.H, selaku
Dekan Fakultas Hukum Universitas
Bung Hatta Padang.
14
2. Ibu Nurbeti, S.H., M.H, selaku Wakil
Dekan Fakultas Hukum Universitas
Bung Hatta Padang.
3. Bapak Adri, S.H., M.H, selaku Ketua
Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum
Universitas Bung Hatta Padang.
4. Kepada Seluruh Bapak dan Ibu Dosen
yang telah bekerja keras demi
kelangsungan dan kejayaan bersama
untuk Fakultas Hukum Universitas
Bung Hatta dan atas pengabdiannya dan
dedikasinya dalam menyumbangkan
ilmu serta mendidik penulis selama
duduk dibangku perkuliahan, serta
Bapak dan Ibu Karyawan dan Karyawati
Fakultas Hukum yang telah membantu.
5. Bapak Nurmatias, S.H., selaku Kepala
Sekretariat BPSK Kota Padang, beserta
jajarannya yang telah banyak membantu
penulis dalam pengambilan data yang
diperlukan dalam penyelesaian skripsi
ini.
6. Bagian Administrasi di Kesbangpol
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat,
yang telah banyak membantu penulis
dalam kelancaran administrasi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Terimah kasih kepada kedua orang tua
serta kakak dan adik penulis atas segala
pengorbanan, perhatian, dan do’a yang
tulus diberikan kepada penulis sehingga
penulis dapat meraih cita- cita.
8. Ucapan terimah kasih kepada seluruh
teman-teman Fakultas Hukum
Universitas Bung Hatta yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Daftar Pustaka
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2005,
Hukum Perlindungan Konsumen,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Bambang Sunggono,2007, Metode
Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Moh. Muhibbin, 2008, Penegakan Hukum
Perlindungan Konsumen Sebagai
Wujud Pelayanan Pencari Keadilan,
Universitas Muhammadiyah
Malang, Malang.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001,
Hukum Perlindungan Konsumen, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
J. Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan
yang Lahir dari Perjanjian, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Janus Sidabalok, 2010, Hukum Prlindungan
Konsumen di Indonesia,PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,
2003, Perikatan yang Lahir dari
Perjanjian,PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Salim H.S, 2003, PerkembanganHukum
Kontrak Innominat Di Indonesi,
Sinar Grahika, Jakarta.
Shirdata, 2000, Hukum Perlindungan
Konsumen, Grasindo, Jakarta.
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, PT,
Intermasa, Jakarta.
15
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Keputusa Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI No.
350/MPP/Kep/12/2000 tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang
Badan Penyelesaian sengketa
Konsumen
file:///H:/AlatAlat%20Kesehatan%20%28AL
KES%29%20_%20Pak%20Mantri%2
0Online.htm di Akses pada Tanggal
30 Juni 2013
file:///J:/Tentang%20Badan%20Penyelesaian
%20Sengketa%20Konsumen%20_%2
0Budiman,%2 SH.htm, diakses
Tanggal 19 Agustus 2013
www.google.com
www.hukumonline.com
Downloads
Published
2013-10-16