KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

Authors

  • Nandri Yenni
  • As Suhaiti Arief
  • yansalzisatri yansalzisatri

Abstract

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI
OLEH NOTARIS
ARTIKEL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh :
NANDRI YENNI
0910012111341
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2013
2
KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI
OLEH NOTARIS
Nandri Yenni1, As Suhaiti Arief1, Yansalzisatry1
1Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta
E-mail : nandree_18@yahoo.com
Abstract
Notary is a public official who has authority not just limited to making authentic act but also
to register and certify the letters under the hand. As provided for in Article 15 paragraph (2)
of Law Number 30 Year 2004 concerning Notary. This study aims to determine the probative
force under the deed notarized hand as evidence in court proceedings.
Based on the results, it can know that: 1) The procedure of legalization under the deed in the
hands of the notary's office is the parties providing the certificate files have been first made
and have not previously signed. Notary then read and explained the purpose of the contents of
the deed under hand and then the parties affix their signatures, and signing should be done at
that time; 2) Practice legalization notary deed under hand by an endorsement on the date of
signature and guarantee agreements made, so the deed under the hand legalization has gained
some additional strength in terms of evidence, 3) power of proof under the deed notarized
hand in a civil case number: 42/Pdt.G/2010.PN.PDG is perfect proof as well as proof of the
power of an authentic deed.
Key words : Legalization, Authentication Strength
Pendahuluan
Peran notaris sangat penting dalam
ranah hukum perdata, karena profesi
notaris mempunyai peranan yang paling
pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan
hukum khususnya dalam lapangan hukum
perdata. Saat ini masyarakat yang
kenyataannya merupakan subjek dari
setiap perbuatan hukum akan sangat
terbebani dengan urusan-urusan
administrasi hukum. Dokumen yang
berhubungan dengan perbuatan hukum
yang akan dilakukan sehingga tersusun
secara benar dan sesuai dengan prosedur
hukum maka haruslah dibuat oleh orang
yang benar-benar menguasai bidang
tersebut.
Notaris adalah salah satu profesi
yang merupakan pejabat umum yang
mempunyai tugas dan kewajiban dalam
memberikan pelayanan dan kebutuhan
hukum kepada masyarakat. Bantuan
hukum yang dapat diberikan dari seorang
notaris adalah dalam bentuk pembuat akta
3
otentik ataupun kewenangan lainnya dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (UUJN).
UUJN merupakan pengganti
Peraturan Jabatan Notariat (Stb. 1860-3)
dan Reglement op Het Notaris Ambt in
Indonesie (Stb 1860: 3) yang merupakan
peraturan Pemerintah Kolonial Belanda.
Dalam Pasal 1 angka 1 UUJN, dinyatakan
bahwa: ″Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undangundang
ini.”
Tugas dan pekerjaan notaris
sebagai pejabat umum tidak terbatas pada
membuat akta otentik tetapi juga
ditugaskan melakukan pendaftaran dan
mengesahkan surat-surat dibawah tangan.
Pada dasarnya akta dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu akta otentik dan akta dibawah
tangan. Akta dibawah tangan bisa dibuat
sedemikian rupa atas dasar kesepakatan,
sedangkan akta otentik harus dibuat oleh
pejabat yang berwenang untuk itu.
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata), yang
mengatakan bahwa: “akta otentik adalah
akta yang (dibuat) dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat
oleh atau di hadapan pegawai-pegawai
umum yang berkuasa untuk itu, ditempat
dimana akta dibuatnya.”
Otentik artinya karena dibuat
dihadapan seorang pejabat umum yang
ditunjuk untuk itu yang dalam hal ini
biasanya adalah seorang Notaris.
Sedangkan istilah surat dibawah tangan
adalah istilah yang dipergunakan untuk
pembuatan suatu perjanjian antara para
pihak tanpa dihadiri atau bukan dihadapan
seorang Notaris sebagaimana yang
disebutkan pada akta otentik di atas.
Perjanjian yang dibuat dibawah
tangan adalah perjanjian yang dibuat
sendiri oleh para pihak yang berjanji, tanpa
suatu standar baku tertentu dan hanya
disesuaikan dengan kebutuhan para pihak
4
tersebut. Sedangkan kekuatan
pembuktiannya hanya antara para pihak
tersebut apabila para pihak tersebut tidak
menyangkal dan mengakui adanya
perjanjian tersebut (mengakui tanda
tangannya di dalam perjanjian yang
dibuat). Artinya salah satu pihak dapat
menyangkal akan kebenaran tanda
tangannya yang ada dalam perjanjian
tersebut. Lain halnya dengan akta otentik,
akta otentik atau biasa disebut juga akta
notaris memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna. Sedangkan akta dibawah
tangan sebagai alat bukti untuk
mendapatkan tambahan kekuatan
pembuktian dalam sidang pengadilan harus
di legalisasi oleh notaris terlebih dahulu.
Pada praktiknya akta dibawah
tangan yang telah dibuat oleh para pihak
dapat didaftarkan (waarmerking) di kantor
notaris, namun ada juga akta dibawah
tangan itu ditandatangani oleh para pihak
di hadapan notaris yang tanggal
pembuatannya sama dengan tanggal
menghadapnya para pihak di kantor
notaris, inilah yang disebut dengan
legalisasi. Seperti yang tercantum dalam
Pasal 15 ayat (2) UUJN bahwa notaris
berwenang:
a. mengesahkan tanda tangan dan
menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan mendaftar
dalam buku khusus,
b. membukukan surat-surat dibawah
tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus,
c. membuat kopi dari surat-surat
dibawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis
dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan,
d. melakukan pengesahan kecocokan
fotokopi dengan surat aslinya,
e. memberikan penyuluhan hukum
sehubungan dengan pembuatan akta,
f. membuat akta yang berkaitan dengan
pertanahan, atau
g. membuat akta risalah lelang.
Akta dibawah tangan baru
mempunyai kekuatan pembuktian di
pengadilan apabila akta tersebut disertai
dengan alat bukti lainnya. Namun akta
dibawah tangan yang dilegalisasi oleh
notaris maka dia akan mempunyai
tambahan kekuatan pembuktian.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1874,
1874 (a), dan 1880 KUHPerdata terhadap
bukti surat tersebut harus ada legalisasi
5
dari pejabat yang berwenang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kekuatan
pembuktian akta dibawah tangan yang
dilegalisasi oleh notaris sebagai alat bukti
di pengadilan. Karena itu penulis tertarik
untuk membahas masalah tersebut dalam
sebuah penelitian dengan judul
“KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA
DI BAWAH TANGAN YANG
DILEGALISASI OLEH NOTARIS”
Metodologi
Guna memperoleh data yang
dibutuhkan sebagai bahan dalam
penulisan ini maka metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Untuk menjawab permasalahanpermasalahan
yang ada penulis
melakukan pendekatan masalah yang
bersifat yuridis sosiologis yaitu penelitian
yang dilakukan langsung ke lapangan
untuk memperoleh data primer
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini adalah penelitian yang
bersifat deskriptif analitis yaitu
penelitian yang hasilnya
menggambarkan secara menyeluruh dan
sistematis mengenai kekuatan
pembuktian akta dibawah tangan yang
dilegalisasi oleh notaris.
3. Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
dua sumber data yaitu:
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang
diperoleh langsung oleh peneliti di
lapangan melalui wawancara dengan
responden yaitu Notaris/PPAT
Rismadona, Pengacara Desman
Ramadhan sebagai kuasa hukum
yang berperkara dan informan yaitu
Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA
Padang.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan
hukum. Adapun data sekunder tersebut
terdiri dari:
6
1) Bahan hukum primer
Bahan hukum primer
adalah bahan yang diperoleh dari
hasil penelitian terhadap bahanbahan
kepustakaan. Bahan
hukum primer dalam penulisan
skripsi ini terdiri dari:
a. Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
b. Het Herziene Indonesisch
Reglement.
c. Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris.
d. Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1985 tentang Bea
Materai.
2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder
adalah bahan-bahan hukum yang
memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer
diantaranya: buku-buku yang
berhubungan dengan
kenotariatan, makalah-makalah
dan karya tulis, Internet, dan
data-data pada Kantor Notaris di
Kota Padang dan Pengadilan
Negeri Kelas IA Padang.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam Penelitian ini, data yang
dikumpulkan adalah data primer dan
data sekunder. Dengan demikian ada
dua teknik yang dilakukan dalam
melaksanakan penelitian ini yaitu:
a. Wawancara
Wawancara merupakan teknik
pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian lapangan untuk
memperoleh data primer, yang di
dapat dari penelitian di lapangan
dengan cara menanyakan langsung
mengenai masalah yang diteliti
dengan suatu pedoman wawancara
berupa daftar pertanyaan sebagai alat
pengumpul data.
b. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah teknik
pengumpulan data yang dipakai
untuk mempelajari bahan
7
kepustakaan yang terdiri dari
undang-undang, buku-buku dan
hasil penelitian yang berkaitan
dengan masalah yang penulis teliti.
5. Analisis Data
Terhadap semua bahan dan
data yang diperoleh dari hasil
penelitian baik data primer maupun
data sekunder disusun dan dianalisis
dengan metode analisis kualitatif
yaitu dimana data yang diperoleh
dari hasil penelitian diolah dan
dianalisis sesuai dengan
permasalahan yang diteliti kemudian
diambil kesimpulan dan diuraikan
dalam bentuk kalimat.
Hasil dan Pembahasan
1. Prosedur Legalisasi Terhadap
Akta Dibawah Tangan Di Kantor
Notaris
Menurut Pasal 15 UUJN, selain
membuat akta otentik notaris juga
berwenang untuk mengesahkan tanda
tangan dan menetapkan kepastian
tanggal surat dibawah tangan dengan
mendaftarkan dalam buku khusus
(legalisasi). Kepastian di sini
mempunyai arti bahwa para pihak
telah sepakat untuk menuangkan
kehendak mereka ke dalam bentuk
surat dan kata-kata yang tertulis di
dalam surat tersebut merupakan isi
dari kehendak para pihak. Karena
tulisan tersebut tidak dibuat oleh
notaris. Maka para pihak
menginginkan agar akta dibawah
tangan itu ditandatangani di hadapan
notaris dan dicap oleh notaris.
Berdasarkan wawancara penulis
dengan Ibu Rismadona Notaris/PPAT
di Kota Padang tanggal 10 Juli 2013,
berikut ini adalah tahap-tahap dari
proses legalisasi akta dibawah tangan:
1. Para penghadap yang telah
memenuhi syarat (minimal berusia 18
tahun atau telah menikah dan cakap
melakukan perbuatan hukum)
menghadap notaris di wilayah kerja
notaris yang bersangkutan.
8
2. Para penghadap tersebut harus
dikenal notaris atau diperkenalkan
padanya oleh 2 (dua) orang saksi
pengenal yang berumur paling sedikit
18 tahun atau telah menikah dan cakap
melakukan perbuatan hukum atau
diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap
lainnya. Pengertian kenal yang di
syaratkan UUJN berbeda dengan
pengertian kenal sehari-hari, yakni
notaris harus mengerti benar sesuai
dengan kartu tanda pengenal, bahwa
orangnya yang datang itu memang
sama dengan kartu tanda pengenalnya,
bahwa bertempat tinggal di alamat
kartu itu dan cocok dengan foto yang
tertera dalam kartu tanda pengenal
tersebut.
3. Para penghadap mengutarakan
maksudnya dan memberikan berkas
akta yang telah terlebih dahulu dibuat
oleh para pihak.
4. Notaris membacakan, menjelaskan
isi, dan maksud akta dibawah tangan
itu. Jika akta itu bertentangan dengan
undang-undang, maka akta itu harus
diubah, akan tetapi bila yang
bersangkutan tidak bersedia
merubahnya, maka akta tersebut tidak
boleh dilegalisasi. Setelah menjelaskan
isi dan maksud dari akta tersebut,
notaris berkewajiban untuk
menanyakan pendapat para pihak,
apakah para pihak mengerti maksud
dari akta tersebut dan menyetujui apa
yang diperjanjikan di dalam akta
tersebut. Apabila salah satu pihak tidak
menyetujui maka akta tersebut harus
dirobah sampai kedua belah pihak
menyetujui perjanjian yang tertera
dalam surat tersebut.
5. Setelah akta dibacakan, para
penghadap, saksi dan notaris kemudian
membubuhkan tandatangannya, yang
berarti membenarkan apa yang termuat
dalam akta tersebut, dan
penandatanganan tersebut harus
dilakukan pada saat tersebut.
6. Kemudian akta dibawah tangan
tersebut diberi materai 6000 karena
9
terhadap akta atau surat perjanjian dan
surat-surat lainnya, dalam hal ini
termasuk yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat
pembuktian di pengadilan nantinya
mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata maka
dikenakan atas dokumen tersebut bea
materai.
7. Selanjutnya notaris mendaftarkan
akta tersebut kedalam buku khusus
tentang legalisasi.
2. Praktek Legalisasi akta Dibawah
Tangan Oleh Notaris
Berdasarkan wawancara penulis
dengan Ibu Rismadona Notaris/PPAT di
Kota Padang bahwa legalisasi itu
dilaksanakan pada saat penandatanganan
surat dibawah tangan tersebut, dan
nomor legalisasi itu harus sesuai dengan
hari dan tanggal ditandatanganinya surat
di bawah tangan tersebut. Sedangkan
dalam praktek sering ditemukan surat di
bawah tangan yang dilegalisasi itu tidak
sesuai dengan yang ditetapkan oleh
undang-undang, bahkan sering juga oleh
pejabat tertentu dilegalisir surat dibawah
tangan yang tanggal penandatangannya
oleh yang bersangkutan jauh sebelum
tanggal dilakukan legalisasi, hal ini jelas
tidak sesuai dengan maksud dan tujuan
dari legalisasi karena legalisasi
ditandatangani sesuai hari pembuatan
surat tersebut, dihadapan notaris.
Kewenangan notaris dalam melegalisasi
suatu akta dibawah tangan tentunya
diikuti dengan adanya
pertanggunganjawaban atas tindakan
tersebut.
Adapun surat yang biasa
dilegalisasi oleh notaris tanpa di hadiri
kedua belah pihak yaitu surat kuasa
pengacara. Karena surat tersebut di
anggap tidak akan membawa kerugian
terhadap notaris sendiri dikemudian hari.
Sejauh ini tidak ada masalah mengenai
legalisasi surat tersebut. Jikapun ada akta
dibawah tangan yang dilegalisasi notaris
bermasalah, notaris secara garis besar
tidak bertanggung jawab terhadap isi
10
akta tersebut karena bukan notaris yang
membuatnya.
Tujuan dari legalisasi atas
penandatanganan akta dibawah tangan
adalah agar terdapat kepastian atas
kebenaran tanda tangan yang terdapat
dalam akta, dan juga kepastian atas
kebenaran bahwa tanda tangan itu adalah
benar sebagai tanda tangan para pihak.
Dengan demikian, para pihak pada
dasarnya tidak leluasa lagi untuk
merubah akta tersebut.
3. Kekuatan Pembuktian Akta
Dibawah Tangan Yang Telah
Memperoleh Legalisasi Oleh Notaris
Berdasarkan wawancara penulis
dengan Ibu Herlina Rayes selaku Hakim
Pengadilan Negeri Kelas IA Padang pada
tanggal 29 Juli 2013, khusus dalam
perkara perdata yang telah ditentukan,
bahwa tidak semua peristiwa atau kejadian
harus dibuktikan melainkan hal-hal yang
menjadi perselisihan saja yang harus
dibuktikan. Segala peristiwa yang
menimbulkan sesuatu hak harus
dibuktikan oleh yang menuntut hak
tersebut, sedangkan peristiwa yang
menghapuskan hak harus dibuktikan oleh
pihak yang menyangkal hak tersebut.
Maka dengan sendirinya apabila tidak ada
bukti-bukti yang diajukan atau tidak cukup
diajukan bukti di persidangan, maka
tuntutan hak atau gugatan dari penggugat
akan ditolak atau tidak dikabulkan.
Akta dibawah tangan hanya
mempunyai kekuatan pembuktian formal,
yaitu bila tanda tangan pada akta itu diakui
(dan ini sebenarnya sudah merupakan
bukti pengakuan) yang berarti pernyataan
yang tercantum dalam akta itu diakui dan
dibenarkan. Berdasarkan hal tersebut maka
isi akta yang diakui, adalah sungguhsungguh
pernyataan pihak-pihak yang
bersangkutan, apa yang masih dapat
disangkal ialah bahwa pernyataan itu
diberikan pada tanggal yang tertulis
didalam akta itu, sebab tanggal tidak
termasuk isi pernyataan pihak-pihak yang
bersangkutan.
11
Seperti pada kasus perkara perdata
Nomor:42/Pdt.G/2010.PN.PDG antara
PT.Suriatama Minang Lestari (Penggugat)
melawan PT.Basko Minang Plaza
(Tergugat) tertanggal 22 April 2010. Yang
pada saat pembuktian tergugat mengajukan
bukti T.4 (Fotocopy Perjanjian Sewa
Menyewa Nomor: 067/BMP/SP/Pdg/II/00
tanggal 18 Februari 2000, yang dilegalisasi
oleh Yuyu Tristanti SH, Notaris/PPAT di
Padang). Bukti tersebut telah diakui
kebenarannya oleh penggugat dihadapan
Majelis Hakim. Dengan diakuinya bukti
T4 oleh penggugat, maka kekuatan
pembuktian terhadap akta dibawah tangan
yang telah dilegalisasi oleh notaris
merupakan alat bukti yang sah dan
berkekuatan hukum. Dimana perkara
perdata tersebut di putuskan oleh
Pengadilan Negeri Padang dan Pengadilan
Tinggi Padang dimenangkan oleh
PT.Basko Minang Plaza.
Berdasarkan hal tersebut maka akta
dibawah tangan yang telah memperoleh
legalisasi dari notaris membantu hakim
dalam hal pembuktian karena memberikan
kepastian mengenai tanggal, identitas,
maupun tandatangan dari para pihak yang
bersangkutan dan terkait dalam perjanjian
tersebut. Mengenai kekuatan pembuktian
akta dibawah tangan yang dilegalisasi oleh
notaris yaitu akta No.067/BMP/SP/PDG
dalam perkara perdata
No.42/Pdt.G/2010.PN.PDG merupakan
bukti yang sempurna seperti akta otentik
dan telah diakui para pihak.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka
Penulis menarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Prosedur legalisasi terhadap akta
dibawah tangan yang dilegaisasi di
kantor notaris:
a Para penghadap yang telah
memenuhi syarat, minimal
berusia 18 tahun atau telah
menikah dan cakap
melakukan perbuatan
hukum.
12
b Para penghadap tersebut
harus dikenal notaris dan
cakap melakukan perbuatan
hukum.
c Para penghadap
mengutarakan maksudnya
dan memberikan berkas
akta yang telah terlebih
dahulu dibuat oleh para
pihak.
d Notaris membacakan,
menjelaskan isi, dan
maksud akta di bawah
tangan itu.
e Setelah akta dibacakan,
para penghadap,saksi dan
notaris kemudian
membubuhkan
tandatangannya,yang berarti
membenarkan apa yang
termuat dalam akta tersebut,
dan penandatanganan
tersebut harus dilakukan
pada saat tersebut.
f Mencantumkan materai
terhadap akta atau surat
perjanjian dan surat-surat
lainnya, dalam hal ini
termasuk yang dibuat
dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat
perdata.
g Selanjutnya notaris
mendaftarkan akta tersebut
kedalam buku khusus
tentang legalisasi.
2. Praktek legalisasi oleh Notaris
bahwa legalisasi merupakan
pengakuan mengenai tanggal
dibuatnya perjanjian, sehingga akta
dibawah tangan yang telah
memperoleh legalisasi mempunyai
tambahan kekuatan dalam hal
pembuktian. Dalam hal ini para
pihak yang namanya tercantum
dalam surat itu dan membubuhkan
13
tandatangannya dibawah surat itu
tidak lagi dapat mengatakan bahwa
para pihak atau salah satu pihak
tidak mengetahui apa isi surat itu,
karena isinya telah dibacakan dan
dijelaskan terlebih dahulu sebelum
para pihak membubuhkan
tandatangannya dihadapan pejabat
umum yang bersangkutan dan
dihadapan saksi-saksi.
3. Kekuatan pembuktian akta
dibawah tangan yang dilegalisasi
oleh notaris dalam perkara perdata
No:42/Pdt.G/2010.PN.PDG
dimana akta dibawah tangan
tersebut dijadikan alat bukti dalam
persidangan yang merupakan alat
bukti yang sah dan berkekuatan
hukum. Berdasarkan hal tersebut
maka akta dibawah tangan yang
telah memperoleh legalisasi dari
notaris membantu hakim dalam hal
pembuktian karena memberikan
kepastian mengenai tanggal,
identitas, maupun tandatangan dari
para pihak yang bersangkutan dan
terkait dalam perjanjian. Mengenai
kekuatan pembuktian akta dibawah
tangan yang dilegalisasi oleh
notaris yaitu akta
No.067/BMP/SP/PDG dalam
perkara perdata
No.42/Pdt.G/2010.PN.PDG
merupakan bukti yang sempurna
seperti akta otentik dan telah diakui
para pihak.
Saran
Untuk memberikan kepastian bagi hakim
sebaiknya setiap perjanjian yang
memerlukan sebuah akta dibuat dalam
bentuk akta otentik sehingga mempunyai
kekuatan pembuktian yang sempurna
Daftar Pustaka
A. Buku-buku
Abdul Ghofur Anshori, 2009, “Lembaga
Kenotariatan Indonesia”, UII
Press, Jakarta.
Ananto Widiatmoko dan Kelik Pramudya,
2010, “Etika Profesi Aparat
Hukum”, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta.
Daeng H,R Naja, 2012, “ Teknik
Pembuatan Akta” , Pustaka
Yustisia, Yogyakarta
14
G.H.S. Lumban Tobing, 1991, “Peraturan
Jabatan Notaris”, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Habib Adjie, 2009, “Hukum Notaris
Indonesia”, Refika Aditama,
Jakarta.
Habib Adjie dan Sjaifurrachman, 2011,
“Aspek Pertanggungjawaban
Notaris Dalam Pembuatan Akta”,
Mandar Maju, Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2007, “Metode
Penelitian Hukum” , Kencana,
Jakarta
R. Soeroso, 2010, ”Perjanjian Dibawah
Tangan”, Sinar Grafika, Jakarta.
R. Subekti, 2008, “Hukum Pembuktian”,
PT Pradnya Paramita, Jakarta.
-------------, 2004, “Hukum Perjanjian”,
PT Intermasa, Jakarta.
-------------, 1986, ”Pembuktian dan
Daluwarsa”, PT Intermasa, Jakarta
Sudikno Mertokusumo, 2009, “Hukum
Acara Perdata Indonesia”, ed. 8,
Liberty, Yogyakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
Het Herziene Indonesisch Reglement
Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris
Undang-undang Nomor 13 Tahun
1985 tentang Bea Materai
C. Sumber Lain
http://irmadevita.com, diakses 16
September 2012.
http://herman-notary.blogspot.com,
diakses 01 Januari 2013.
http://wikipedia.org/wiki/Notaris,
diakses 16 September 2012

Downloads

Published

2013-10-16