ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS : PERKARA NO REG 11/PID.B/2012/PN.SPN)
Abstract
1ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP
TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
(Studi Kasus : Perkara No Reg 11/Pid.B/2012/PN.SPN)
ARTIKEL/JURNAL
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk
Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
RENDI ERSA PUTRA
0910012111127
Bagian Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2013
2
1
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP TINDAK
PIDANA PENGANIAYAAN
(STUDI KASUS : PERKARA NO REG 11/PID.B/2012/PN.SPN)
Rendi Ersa Putra1, Syafridatati1, Yetisma Saini2
1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
Email: Rendiersa@yahoo.co.id
Abstract
Cases that occurred Police in the resort of Sungai Penuh Police investigators
maltreatment investigations in order to extract information from the victim, due to the
abuse victim eventually died. Judges convict each defendant to imprisonment for 4
years, while in the Criminal Code, Crime persecution under Article 351 paragraph (2)
with the threat of imprisonment of 7 years. Formulation of the problem is (1) How is the
judge in the criminal punishment considerations in abuse cases in the District Court
under No. Full River. Reg 11/Pid.B/2012/PN.SPN (2) How the application of criminal
sanctions imposed against defendants who commit criminal acts of persecution in Full
River District Court. Types of research using normative juridical approach. Primary
research using data sources, Secondary and Tertiary of data. Techniques of data
collection using interviews and document research. Analysis of the data obtained
through interviews dianlisis then processed and qualitatively. Based on the results of
research by the author suggests that the consideration of the Judge in criminal
persecution under investigation by police members based on several aspects of the legal
aspects of (the elements of Article indicted and accused responsible for capabilities),
from the aspect of offender / defendant, the Judge also consider background factors that
the defendant committed the acts charged and the aggravating and mitigating
circumstances.
Keywords: Decision, Court, Crime, Abuse
Pendahuluan
Negara Republik Indonesia adalah
negara hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945,
yang menjamin segala hak warga
negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan,
serta wajib menjunjung tinggi hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Tujuan Negara
Indonesia adalah mewujudkan
masyarakat adil dan makmur
sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.
Tindak pidana adalah suatu
kejahatan yang semuanya itu telah
2
diatur dalam undang-undang dan
begitu pula KUHP, Secara umum
tindak pidana yang akan dibahas
adalah tindak pidana terhadap tubuh
yang disebut juga dengan
“penganiayaan”, yang dimaksud
dengan penganiayaan ialah
“kesengajaan menimbulkan rasa sakit
atau menimbulkan luka pada tubuh
orang lain” tindak pidana
penganiayaan yang diatur dalam
Pasal 351 KUHP itu merupakan
tindak pidana materil, hingga tindak
pidana tersebut baru dapat dianggap
sebagai telah selesai dilakukan oleh
pelakunya, jika akibatnya yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang itu
benar-benar telah terjadi, yakni
berupa rasa sakit yang dirasakan oleh
orang lain. Pasal 351 KUHP telah
menerangkan penganiayaan itu
sebagai berikut :
(1) Penganiayaan diancam dengan
pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu
liam ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati,
diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan
senagaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan
kejahatan ini tidak di pidana.
Polri sebagai instrumen Negara
untuk menegakkan hukum serta
memelihara keamanan dan ketertiban
di dalam masyarakat tidak luput dari
perhatian publik. Kewenangan Polri
yang sangat luas dan kadang terasa
tanpa batas menjadi sorotan
masyarakat, berpijak pada fungsi
Kepolisian sebagaimana dirumuskan
dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 2
Tahun 2002 tentang Polri, bahwa
“Fungsi Kepolisian” adalah salah
satu fungsi pemerintahan negara di
bidang pemeliharan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat”.
Tugas penegakkan hukum berkaitan
dengan sistem peradilan pidana
dimana Polri menjadi salah satu
bagiannya selain hakim dan jaksa.
Sementara itu Polisi yang
mempunyai fungsi sebagai
pemeliharan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman dituntut
harus mematuhi kaidah atau norma
hukum yang berlaku agar tidak
merugikan masyarakat. Salah satunya
pada saat melakukan penyidikan,
3
yang mana harus menghormati hakhak
dari tersangka tersebut, adapun
rumusan dari hak-hak dari tersangka
tersebut berupa:
a) Hak untuk mendapatkan pemeriksaan
yang cepat
b) Hak untuk mengetahui tuduhan atau
sangkaan
c) Hak untuk mendapatkan bantuan juru
bahasa
d) Hak untuk bebas memberikan
keterangan
e) Hak untuk mendapatkan bantuan
hukum
f) Hak untuk memilih penasihat
hukum/advokat
g) Hak untuk tetap berkomunikasi
dengan keluarga dan pihak lain
h) Hak untuk mengajukan saksi yang
menguntungkan
i) Hak untuk menuntut ganti rugi dan
rehabilitasi
j) Hak untuk tidak dibebankan
pembuktian hukum
k) Hak untuk menolak penangkapan
yang tidak sesuai prosedur
l) Hak untuk meminta surat perintah
penahanan
m)Hak untuk mendapatkan surat izin
penggeledahan
n) Hak untuk meminta surat izin
penyitaan saat petugas melakukan
penyitaan.
Disisi lain sanksi hukuman
disiplin, unsur dan mekanisme
penjatuhan hukumannya berdasarkan
pada ketentuan hukum yang berlaku,
sikap dan perilaku Kepolisian Negara
Republik Indonesia terikat pada Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia, ketentuan
mengenai Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik
Indonesia diatur dengan Keputusan
Kapolri, adapun rumusannya
tercantum didalam Pasal 35 Undangundang
No 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Republik Indonesia yaitu:
(1) Pelanggaran terhadap Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia oleh pejabat
Kepolisian Negara Republik
Indonesia
(2) Ketentuan mengenai susunan
organisasi dan tata kerja komisi
Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia diatur
dengan Keputusan Kapolri.
Terhadap suatu pelanggaran
disiplin sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun
2003 tentang Peraturan Disiplin
Anggota Polri memiliki dua jenis
sanksi, yakni “sanksi tindakan
disiplin dan sanksi hukuman
disiplin”. Sanksi hukuman disiplin
menurut Pasal 9 Peraturan
4
Pemerintah No. 2 tahun 2003 tentang
Peraturan disiplin tentang Peraturan
Disiplin Anggota Polri, berupa:
a. Teguran tertulis
b. Penundaan mengikuti pendidikan
paling lama 1 (satu) tahun
c. Penundaan kenaikan gaji berkala
d. Penundaan kenaikan pangkat
untuk paling lama 1 (satu) tahun
e. Mutasi yang bersifat demosi
f. Pembebasan dari jabatan
g. Penempatan dalam tempat khusus
paling lama 21 (dua puluh satu)
hari.
Sementara dalam kenyataannya
Polisi telah melakukan pelanggaranpelanggaran
tersebut, seperti kasus
yang terjadi di Polres kota Sungai
Penuh, yang mana dalam
pemeriksaan tersangka, polisi
menggunakan tindakan penganiayaan
yang bertujuan untuk mengorek
informasi dengan cepat agar
tersangka mengakui perbuatannya,
hal ini akhirnya akan menimbulkan
kegagalan dalam penegakan keadilan,
dimana penegak hukum yang
mempunyai kuasa dan wewenang
untuk mengupayakan tercapainya
keadilan, ternyata menggunakan
kuasa dan wewenang yang ada
padanya justru untuk memberikan
ketidakadilan.
Kasus yang terjadi di Polres Kota
Sungai Penuh adalah sebagai berikut:
Tersangka di jemput oleh penyidik
saat berada di kampus, dan dibawa
lansung ke Polres Kota Sungai
Penuh, saat pemeriksaan disanalah
terjadi penganiayaan yang ditujukan
ke tersangka, dikarenakan tersangka
dituduh melakukan tindak pidana
pencurian motor, saat penyidikan
penyidik melakukan penganiayaan
dalam rangka untuk mengorek
keterangan dari tersangka tersebut,
akibat penganiayaan itu tersangka
tersebut akhirnya meninggal dunia.
Seharusnya disini Polisi sebagai
aparat penegak hukum dapat
menjunjung tinggi sikap
propesionalismenya dalam
menjalankan tugas, tidak sematamata
menggunakan kuasa dan
wewenangnya, Polisi juga dituntut
untuk mematuhi aturan-aturan yang
berlaku salah satunya adalah dapat
menghormati hak-hak dari tersangka
tersebut.
Kasus yang dilakukan oleh
anggota kepolisian yang telah diputus
oleh Pengadilan Negeri Sungai Penuh
dengan No. Reg
11/Pid.B/2012/PN.SPN, menyatakan
terdakwa I. AS’AD Bin SAHRIL
(Alm) dan terdakwa II. TOMRONI
Bin MUHAMMAD, telah terbukti
5
secara sah dan meyakini bersalah
melakukan tindak pidana “
MELAKUKAN PENGANIAYAAN
YANG MENGAKIBATKAN ORANG
LAIN MATI ”. Hakim menjatuhkan
pidana terhadap para terdakwa
tersebut dengan pidana penjara
masing-masing selama 4 (empat)
Tahun. Hal ini tidak sebanding
dengan hukuman maksimal yang
telah tertera pada Pasal 351 ayat (3)
KUHP yaitu diancam dengan pidana
penjara paling lama 7 tahun,
setidaknya hukuman tersebut terlalu
ringan, apalagi Tindak Pidana
tersebut dilakukan oleh aparat
penegak hukum yaitu anggota
Kepolisian.
Definisi Putusan Hakim menurut
Andi Hamzah adalah hasil atau
kesimpulan dari suatu perkara yang
telah dipertimbangkan dengan
masak-masak yang dapat berbentuk
putusan tertulis maupun lisan.
Adapun jenis pidana yang
dijatuhkan oleh seorang hakim
terhadap pelaku kejahatan diatur di
dalam ketentuan Pasal 10 KUHP
yaitu :
1. Pidana Pokok
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Kurungan
d. Denda
2. Pidana tambahan
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan barang-barang
tertentu
c. Pengumuman putusan hakim
Jenis-jenis putusan pengadilan
dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Putusan Bebas
2. Putusan lepas Dari Segala
Tuntutan Hukum
3. Penetapan Tak Berwenang
Mengadili
4. Putusan yang Menyatakan
Dakwaan Tidak Dapat Diterima
5. Putusan yang Menyatakan
Dakwaan Batal Demi Hukum
Secara formil syarat sah suatu
putusan pengadilan diatur dalam
Pasal 197 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yaitu:
a. Kepala putusan yang dituliskan
berbunyi “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA”
b. Identitas terdakwa
c. Dakwaan, sebagaimana yang
didakwakan
d. Pertimbangan yang disusun secara
ringkas mengenai fakta dan
keadaan beserta alat pembuktian
yang diperoleh dari pemeriksaan
di sidang yang menjadi dasar
penentuan kesalahan terdakwa
6
e. Tuntutan pidana, sebagaimana
terdapat dalam surat tuntutan
f. Pasal peraturan perundangundangan
yang menjadi dasar
pemidanaan atau tindakan dan
pasal peraturan perundangundangan
yang menjadi dasar
hukum dari putusan, disertai
keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan terdakwa
g. Hari dan tanggal diadakan
musyawarah majelis hakim
kecuali perkara diperiksa oleh
hakim tunggal
h. Pernyataan kesalahan terdakwa,
pernyataan telah terpenuhi semua
unsur dalam rumusan tindak
pidana disertai dengan
kualifikasinya dan pemidanaan
atau tindakan yang dijatuhkan
i. Ketentuan kepada siapa perkara
biaya perkara dibebankan dengan
menyebutkan jumlahnya yang
pasti dan ketentuan mengenai
barang bukti
j. Keterangan bahwa seluruh surat
ternyata palsu atau keterangan
dimana letaknya kepalsuan itu,
jika terdapat surat otentik
dianggap palsu
k. Perintah supaya terdakwa ditahan
atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan
l. Hari dan tanggal putusan, nama
penuntut umum, nama hakim yang
memutus dan nama panitera.
Tindak pidana kejahatan terhadap
tubuh dalam KUHP disebut dengan
penganiayaan, namun secara definitif
dalam KUHP tidak disebutkan arti
dari penganiayaan tersebut. Yang
dimaksud dengan Penganiayaan itu
ialah kesengajaan menimbulkan rasa
sakit atau menimbulkan rasa luka
pada tubuh orang lain.
Penganiayaaan yang dimuat dalam
Bab ke-XX Buku ke-II Pasal 351s/d
355 KUHP adalah sebagai berikut:
a. Penganiayaan biasa Pasal 351 KUHP.
b. Penganiayaan ringan Pasal 352
KUHP.
c. Panganiayaan berencana Pasal 353
KUHP.
d. Penganiayaan berat Pasal 354 KUHP.
e. Penganiayaan berat dengan
direncanakan lebih dahulu Pasal 355
KUHP
a) Unsur-unsur penganiayaan biasa
1. Adanya kesengajaan (opzet als
oogmerk).
2. Adanya perbuatan.
3. Adanya akibat perbuatan (yang
dituju), yakni:
a) Rasa sakit pada tubuh, dan
atau
b) Luka pada tubuh
7
4. Akibat yang menjadi tujuan
satu-satunya
b) Unsur-unsur penganiayaan ringan
1. Bukan berupa penganiayaan
berencana
2. Bukan penganiayaan yang
dilakukan :
a) Terhadap ibu atau bapaknya
yang sah, istri atau anaknya.
b) Terhadap pegawai negeri
yang sedang dan atau karena
menjalankan tugasnya yang
sah.
c) Dengan memasukkan bahan
yang berbahaya bagi nyawa
atau kesehatan untuk
dimakan atau diminum.
3. Tidak (1) menimbulkan
penyakit atau (2) halangan
untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau (3) pencaharian.
c) Unsur-unsur Penganiayaan
Berencana
a. Pengambilan keputusan untuk
berbuat suatu kehendak
dilakukan dalam suasana batin
yang tenang.
b. Sejak timbulnya
kehendak/pengambilan
keputusan untuk berbuat
sampai dengan pelaksanaan
perbuatan ada tenggang waktu
yang cukup, sehingga dapat
digunakan olehnya untuk
berfikir-fikir
d) Unsur-unsur Penganiayaan Berat
a. Kesalahannya: kesengajaan
(opzettelijk).
b. Perbuatan: melukai berat (zwar
lichamelijk letsel toebreng).
c. Obyeknya: tubuh orang lain.
d. Akibat: luka berat.
Permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini, adalah:
a. Bagaimanakah pertimbangan
hakim dalam penjatuhan pidana
dalam kasus penganiayaan di
Pengadilan Negeri Sungai Penuh
dengan No. Reg
11/Pid.B/2012/PN.SPN
b. Bagaimanakah sanksi pidana yang
dijatuhkan terhadap terdakwa yang
melakukan tindak pidana
penganiayaan di Pengadilan
Negeri Sungai Penuh No Reg
11/Pid.B/2012/PN.SPN
Tujuan Dalam Penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pertimbangan
hakim dalam penjatuhan pidana
dalam kasus penganiayaan di
Pengadilan Negeri Sungai Penuh
dengan No. Reg
11/Pid.B/2012/PN.SPN
2. Untuk mengetahui sanksi pidana
yang dijatuhkan terhadap terdakwa
yang melakukan tindak pidana
8
penganiayaan di Pengadilan
Negeri Sungai Penuh.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif yaitu
penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka
atau data sekunder belaka. (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji : 1985)
Sumber penelitian terdiri dari 3
bahan hukum yaitu:
a) Bahan hukum primer yaitu bahanbahan
hukum yang mengikat.
(Soerjono Soekanto: 2008). Bahan
hukum primer adalah bahan yang
diperoleh dengan memperhatikan
dan mempelajari perundangundangan
yang berlaku dan
berkaitan erat dengan pokok
pembahasan, yaitu:
1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 48 tahun
2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman Republik
Indonesia.
2) Undang-Undang No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
3) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
b) Bahan hukum sekunder yaitu
bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum
primer. (Soerjono Soekanto: 2008)
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan hasil dari Berita
Acara Putusan Hakim pada kasus
No. Reg 11/Pid.B/2012/PN.SPN.
c) Bahan hukum tersier yakni bahan
yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder.
(Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji: 1985). Untuk
memperoleh bahan tertier yaitu
dengan menggunakan kamus
hukum dan kamus umum bahasa
Indonesia.
Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Adapun data yang diperoleh
dilakukan melalui wawancara dengan
Hakim yang menyidangkan Perkara
No Reg 11/Pid.B/2012/PN.SPN
dengan menggunakan alat yang di
namakan interview guide (paduan
wawancara).
b. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah teknik
pengumpulan data dengan cara
mempelajari bahan kepustakaan atau
literatur-literatur yang ada terdiri dari
peraturan-peraturan perundangundangan,
dokumen-dokumen, bukubuku
mengenai hasil karya dari
9
kalangan hukum. (Soerjono Soekanto
dan Sri Mamudji: 1985)
Analisis Data
Analisa data kualitatif adalah
suatu cara penelitian yang
menghasilkan data diskriptif analisis
yaitu apa yang dinyatakan oleh
responden baik secara tertulis
maupun lisan dan juga prilaku yang
nyata, diteliti dan dipelajari secara
utuh. (Soerjono Soekanto: 2008)
Hasil dan Pembahasan
1. Pertimbangan Hakim Dalam
Penjatuhan Pidana Dalam Kasus
Penganiayaan di Pengadilan
Negeri Sungai Penuh Dengan No.
Reg 11/Pid.B/2012/PN.SPN.
Kasus yang dilakukan oleh
anggota kepolisian yang telah diputus
oleh Pengadilan Negeri Sungai
Penuh dengan No. Reg
11/Pid.B/2012/PN.SPN, menyatakan
terdakwa I. AS’AD Bin SAHRIL
(Alm) dan terdakwa II. TOMRONI
Bin MUHAMMAD, telah terbukti
secara sah dan meyakini bersalah
melakukan tindak pidana “
MELAKUKAN PENGANIAYAAN
YANG MENGAKIBATKAN ORANG
LAIN MATI ”. Hakim menjatuhkan
pidana terhadap para terdakwa
tersebut dengan pidana penjara
masing-masing selama 4 (empat)
Tahun, sedangkan Menurut KUHP
Sanksi bagi setiap orang yang
melakukan Tindak Pidana
Penganiayaan yang mengakibatkan
orang lain mati sebagaimana dalam
Pasal 351 Ayat (3) KUHP dihukum
penjara selama-lamanya tujuh tahun.
PRIMAIR
Dalam kasus yang terjadi, bahwa
berawal dari pengembangan
penyidikan perkara percobaan
pencurian sepeda motor yang
dilakukan oleh saksi Prayuda dan
saksi Rola Sastra maka hari kamis
tanggal 20 oktober 2011 sekira pukul
13.00 Wib. Anggota unit opsnal
Reserse Kriminal (Reskrim) Polres
kerinci, yaitu saksi H. Herman. RR.
SaksiMarlon Pasaribu dan saksi Dedi
Ersa Putra lalu korban Nika Pratama
dibawa ke ruangan tahanan 3 Polsek
Sungai Penuh untuk dihadapkan
kepada saksi Prayuda, dan saat saksi
Dedi menanyakan kepada saksi
Prayuda “ini namanya Nika” dan
saksi Prayuda menjawab “iya”
selanjutnya saksi Dedi membawa
korban Nika Pratama ke ruang kepala
unit (Kanit). Lalu saksi H. Herman
RR duduk dikursi kanit, saat itu saksi
Yanta Sutizen mendengar suara
pukulan tangan ke badan tetapi saksi
Yanta Sutizen tidak melihat siapa
yang dipukul karena saat itu saksi
10
Yanta Sutizen sedang mengetik.
Sekira pukul 13.00 Wib saksi Yanta
Sutizen masuk ke ruangan Kanit
Reskrim, saat saksi Yanta Sutizen
melihat ke arah ruangan kanit,
didalam ruangan tersebut terlihat
terdakwa II. Tomroni Bin
Muhammad sedang berdiri
membelakangi jendela kaca, saat itu
saksi Yanta Sutizen melihat :
1. Terdakwa II mengayunkan satu kali
pukulan tangan kirinya dan satu kali
pukulan tangan kanannya kearah
kepala korban Nika Pratama yang
saat itu posisinya sedang duduk
dilantai.
2. Terdakwa II menendang korban Nika
Pratama dibagian perutnya sebanyak
1 (satu) kali, saat itu juga saksi Yanta
Sutizen mendengar suara korban
Nika Pratama “aduh, aduh”
Selanjutnya, Terdakwa I As’ad
Bin Sahril (Alm) juga ikut dalam
pemeriksaan korban Nika Pratama,
saat itu saksi Rola Sastra dari jarak
kurang lebih 1 meter melihat:
1. Terdakwa I menginjak korban Nika
menggunakan kaki kanan ke arah
muka sebelah kanan sebanyak 3
(tiga) kali dengan kaki kanan
sehingga badan korban Nika rebah
kesamping kiri dan saksi Rola Sastra
melihat korban Nika Pratama
mengeluarkan darah dari mulutnya
bertetesan di lantai.
2. Terdakwa II menendang ke arah
dadanya korban Nika Pratama
sebanyak satu kali dengan
menggunakan kaki kanan
Sekitar pukul 11.00 Wib saksi
Yunta Sutizen melhat korban Nika
Pratama saat duduk dikursi korban
Nika Prtama kejang-kejang dan
setelah itu ia jatuh terlentang dari
kursi kemudian dari mulutnya keluar
busa. Dan pada akhirnya korban Nika
Pratama dilarikan di rumah sakit dan
setiba rumah sakit pun akhirnya
korban Nika Pratama meninggal
dunia sebagaimana Surat Keterangan
Kematian dari Badan Layanan Umum
Daerah RSU Mayjen H.A Thalib kota
sungai penuh denagn luka-luka
sebagaimana dijelaskan dalam Visum
et Repertum Nomor : 180/1363/X
RSU Mayjen H.A Thalib tanggal 24
oktober 2011
Barang bukti berupa :
a) 1 (satu) buah buku mutasi
penjagaan Sentra Pelayanan
Kepolisian (SPK) Polsek Sungai
Penuh dari tanggal 07 Oktober
2011 sampai dengan tanggal 05
November 2011
b) 1 (satu) pucuk senajata api laras
panjang jenis SS1-V2 dengan
11
nomor : AGF-016262 kaliber 62 x
42
c) 1 (satu) buah tonkat T Polri warna
hitam dikembalikan kepada Polsek
Kota Sungai Penuh.
Dakwaan Primair: Perbuatan para
terdakwa diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 351 ayat (3) jo. Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP.
SUBSIDAIR
Berawal dari pengembangan
penyidikan perkara percobaan
pencurian sepeda motor yang
dilakukan oleh saksi Prayuda dan
saksi Rola sastra pada hari kamis
tanggal 20 oktober 2011 sekira pukul
13.00anggota unit opsonal reskrim
polres kerinci saksi H. Herman, RR,
saksi Marlon pasaribu dan saksi Dedi
ersa putra membawa korban Nika
Pratama ke kantor polsek Sungai
Penuh dengan di gandeng saksi
Marlon pasaribu dan saksi Dedi ersa
putra lalu korban Nika Pratama
dibawa keruang tahanan 3 Polsek
Sungai Penuh untuk dihadapkam
kepada saksi Prayuda, lalu korban di
hadapkan ke kanit reskrim dan pada
saat itu saksi Yanta Yutizen sedang
bekerja memeriksa saksi, dan pada
saat itu saksi Yanta Yutizen
mendengar suara pukulan kebadan
tetapi saksi Yanta Yutizen tidak
melihat siapa yang dipukul
dikarenakan sedang mengketik.
Setelah itu saksi pun melihat ke arah
suara pukulan tersebut :
1. Terdakwa II mengayunkan satu
pukulan tangan kirinya dan kanan
kearah kepala korban Nika
Pratama yang saat itu posisinya
sedang duduk dilantai
2. Terdakwa II menendang korban
Nika Pratama di bagian perutnya
sebanyak 1 (satu) kali, saat itu
juga saksi Yanta Yutizen
mendengar suara korban Nika
Pratama “aduh, aduh”
Bahwa sekira pukul 17.00 saksi
Dedi bersama beberapa anggota
polsek Sungai Penuh bersama korban
Nika Pratama kembali masuk
ruangan penyidik polsek Sungai
Penuh, pada saat itu terdakwa I
berada disana, dan selanjutnya saksi
Rola Sastra dari jarak kurang dari 1
meter melihat:
1. Terdakwa I menginjak korban
Nika menggunakan kaki kanan ke
arah wajah sebelah kanan
sebanyak 3 (tiga) kali dan
menginjak perut korban sebanyak
3 (tiga) kali dengan kaki kanan
sehingga badan korban Nika
Pratama rebah kesamping kiri dan
saksi Rola Sastra melihat korban
mengeluarkan darah dari mulatnya
bertetesan dilantai.
12
Sebagaimana Surat Keterangan
Kematian dari Badan Layanan Umum
Daerah RSU Mayjen H.A Thalib kota
sungai penuh denagn luka-luka
sebagaimana dijelaskan dalam Visum
et Repertum Nomor : 180/1363/X
RSU Mayjen H.A Thalib tanggal 24
oktober 2011 yang pada pokoknya
sebagai berikut:
1. Keadaan : Tidak sadar
+ Kejang-kejang
2. Gizi : Baik
3. Tekanan darah : Tidak
teraba
4. Pemeriksaan :
a. Keluar busa dari mulut
b. Luka lecet + memar kemerahan
kening dan pipi kiri 2x3 cm
c. ejas dan memar pada dada 4x3
cm
d. Luka lecet lengan kanan + kiri
½ x 3
e. Luka lecet kaki kanan 1x1 cm
f. Luka lecet pada dagu 2x1 cm
g. Luka robek pada pergelangan
tangan kiri 3x1 cm
h. Luka robek pada pergelangan
tangan kanan 3x1 cm
i. Luka lebam pada pergelangan
tangan kanan 3x1 cm
j. Luka lebam pada punggung
kaki kanan 1x1 cm
k. Bengkak pada kepala belakang
sebelah kiri 2x3 cm
l. Ditemukan anak stiker
menancap pada daun telinga
kanan
Dakwaan Subsidair : Perbuatan para
terdakwa diatur dan diancam pidana
Pasal 351 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP.
2. Sanksi Pidana yang Dijatuhkan
Terhadap Terdakwa yang
Melakukan Tindak Pidana
Penganiayaan di Pengadilan
Negeri Sungai Penuh adalah:
Dalam kasus yang terjadi, Jaksa
Penuntut Umum menyatakan agar
Hakim menuntut terdakwa I. AS’AD
Bin SAHRIL (Alm) dan terdakwa II.
TOMRONI Bin MUHAMMAD
bersalah melakukan tindak pidana
penganiayaan yang mengakibatkan
orang lain mati baik sebagai orang
yang melakukan yang menyuruh
melakukan dan yang turut serta
melakukan melanggar Pasal 351 ayat
(3) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
agar agar dijatuhkan dengan pidana
penjara masing-masing selama 5
(lima) tahun dikurangi sepenuhnya
selama para terdakwa berada didalam
tahanan dengan perintah terdakwa
tetap ditahan, sedangkan Hakim
menjatuhkan pidana terhadap para
terdakwa tersebut dengan pidana
penjara masing-masing selama 4
(empat) Tahun.
13
Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa: Sanksi pidana yang
dijatuhkan terhadap terdakwa yang
melakukan tindak pidana
penganiayaan di Pengadilan Negeri
Sungai Penuh adalah sebagai berikut:
a) Tetap berdasarkan pada aturan
perundang- undangan yang
berlaku. hanya saja ada beberapa
pertimbangan-pertimbangan yang
diambil oleh hakim dalam
penjatuhan sanksi pidana
penganiayaan yaitu dalam perihal
penetapan sanksi tindak pidana
penganiayaan biasa yang diancam
Pasal 351 KUHP dalam
putusannya sebenarnya para
terdakwa dapat juga diancamkan
dengan Pasal 354 KUHP,
berdasarkan hasil Surat
Keterangan Kematian dari Badan
Layanan Umum Daerah RSU
Mayjen H.A Thalib kota sungai
penuh denagn luka-luka
sebagaimana dijelaskan dalam
Visum et Repertum Nomor :
180/1363/X RSU Mayjen H.A
Thalib disana terlihat jelas bahwa
terdakwa melakukan tindak pidana
penganiayaan berat, sehingga
penerapan sanksinya mengacu
kepada tindak pidana
penganiayaan berat Pasal 354 ayat
(2). Hal ini didasarkan karena
yurisprudensi dan Pasal 351
merupakan tindak pidana biasa.
b) Hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap tersangka dalam kasus
tindak pidana penganiayaan ini
seharusnya lebih tinggi atau sama
dari tuntutan Jaksa Penuntut
Umum, dengan alasan bahwa
Polisi tersebut melakukan tindak
pidana penganiayaan pada saat
penyidikan dalam rangka untuk
mengorek keterangan dari korban
itu pada saat melaksanakan
tugasnya sebagai aparat
kepolisian.
c) Peran hakim sangat penting untuk
menjadikan sanksi itu sendiri
sesederhana mungkin (simple)
14
agar tidak terjadi tumpang tindih
(overlapping) antara produk
perundang-undangan pidana yang
satu dengan yang lainnya.
Simpulan
Pertimbangan hakim dalam
penjatuhan pidana dalam kasus
penganiayaan di Pengadilan Negeri
Sungai Penuh dengan No. Reg
11/Pid.B/2012/PN.SPN adalah
sebagai berikut :
Hal-hal yang memberatkan
a) Bahwa para terdakwa yang
merupakan anggota kepolisian
sudah sepatutnya mengayomi,
melindungi serta memberikan rasa
aman bagi masyarakat tetapi
malah melakukan tindak pidana
penganiayaan.
b) Telah memenuhi unsur-unsur dari
penganiayaan tersebut dalam
ketentuan Pasal 351 ayat (3) jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
c) Dalam menjatuhkan putusan
pemidanaan hakim terikat dengan
batas minimal dan batas maksimal
sehingga hakim dinilai telah
menegakkan Undang-Undang
dengan tepat dan benar.
d) Hakim dalam menangani perkara
berdasarkan fakta-fakta yang
terungkap dalam persidangan
Hal-hal yang meringankan :
a) Para terdakwa belum pernah
dihukum
b) Para terdakwa bersikap sopan
dipersidangan dan para terdakwa
mampu mempertanggungjwabkan
perbuatannya
c) Para terdakwa memiliki
tanggungan keluarga
Sanksi pidana yang dijatuhkan
terhadap terdakwa yang melakukan
tindak pidana penganiayan di
Pengadilan Negeri Sungai Penuh
adalah sebagai berikut:
a. Tetap berdasarkan pada aturan
perundang- undangan yang
berlaku
b. Hakim dalam menjatuhkan pidana
terhadap tersangka dalam kasus
tindak pidana penganiayaan ini
seharusnya lebih tinggi atau sama
dari tuntutan Jaksa Penuntut
Umum, dengan alasan bahwa
Polisi tersebut melakukan tindak
pidana penganiayaan pada saat
melaksanakan tugasnya sebagai
aparat kepolisian
c. Peran hakim sangat penting untuk
menjadikan sanksi itu sendiri
sesederhana mungkin (simple)
agar tidak terjadi tumpang tindih
(overlapping) antara produk
perundang-undangan pidana yang
satu dengan yang lainnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, 2005. Penerapan
Hukum Acara Perdata di
Lingkungan Peradilan Agama,
Prenada media. Jakarta.
Andi Hamzah, 2011. Hukum Acara
Pidana Indonesia. Sinar
Grafika. Jakarta.
Andi Hamzah, 1986. Hukum Acara
Perdata, Liberty, Yogyakarta.
Bambang Waluyo, 2004. Pidana Dan
Pemidanaan, Sinar Grafika,
Jakarta
L&J A Law Firm, 2012.
Mempertahankan Hak &
Membela Diri Dihadapan
Polisi, Jaksa & Hakim, Rana
Pustaka, Jakarta.
Laden Marpaung, 2005. Asas-Teori-
Praktik Hukum Pidana, Sinar
Grafika, Jakarta.
Lilik Mulyadi, 2007. Hukum Acara
Pidana, Normatif, Teoretis,
Praktik dan Permasalahannya,
Alumni, Jakarta.
M. Yahya Harahap, 2005. Hukum
Acara Perdata, Sinar Grafika,
Jakarta.
M. Yahya Harahap, 2000.
Pembahasan Permasalahan
Dan Penerapan KUHP. Sinar
Grafika, jakarta.
Maiyestati, 2005. Bahan Ajar Metode
Penelitian Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Bung hatta,
Padang.
P.A.F Lamintang dan Theo
Lamintang, 2012. Kejahatan
Terhadap Nyawa, Tubuh, dan
Kesehatan, Sinar Grafika,
Jakarta.
Ramly Hutabarat, 1985. Persamaan
di hadapan hukum (Equality
Before The Law) di indonesia,
Ghalia indonesia, Jakarta timur.
Sadjijono, 2010. Memahami Hukum
Kepolisian, LaksBang
PRESSindo, Yogyakarta.
Soerjono Soekanto, 2008. Pengantar
Penelitian Hukum, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
1985. Penelitian Hukum
Normatif, PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Solahuddin, 2007. Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dan
Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana: VisiMedia.
Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1998. Hukum
Acara Perdata Indonesia,
Liberty, Yogyakarta.
Regulasi (Undang-Undang,
Putusan Pengadilan, dll)
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman
Republik Indonesia
Putusan Pengadilan Negeri Sungai
Penuh Studi Kasus: Perkara No.
Reg 11/Pid.B/2012/PN.SPN
Downloads
Published
2013-10-16