PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAJAR YANG MELAKUKAN TAWURAN DENGAN KEKERASAN (Studi Kasus di Polresta Padang)
Abstract
1PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAJAR YANG MELAKUKAN TAWURAN DENGAN KEKERASAN
(Studi Kasus di Polresta Padang)
Ade Mustika Ramadhan1, Syamsur Tasir1, Deaf Wahyuni2
Jurusan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
E-mail :kiyut_nich@yahoo.com
ABSTRACT
Cases of violence among students, more intense and has led to the crime. There for need to involve law enforcement officials to address this problem. The problem formulation in this study are: 1) how the implementation of the investigations against students who commit acts of violence brawl? 2) whether the constraints faced in the implementation of the Champaign Police Investigator investigations against students who commit violent brawl? 3) how is the response to the obstacles faced by investigators in the implementation of the investigation on the students who did the clashes with violence? The method used is asocio-juridical. Sources of data derived from primary data and secondary data. Primary data obtained from interviews authors, the secondary data obtained from the study. The conclusions from all the data were analyzed qualitatively. Overall conclusions of the study are: 1) the implementation of the investigation by calling witnesses, arrest suspects and seizure of evidence by the criminal procedure code and the juvenile justice act. 2) the constraints faced by state investigators suspect a silent, BAPAS delays in providing results and suspect parents are reluctant to accompany children. 3) investigating the use of approach attempts to obtain information without coercion, usually done by a police officer, requesting an extension of the detention period to the prosecutor, and brought a summons to the parents suspects. Keywords: Investigation, Student, brawl, Violence.
Pendahuluan
Masa remaja adalah masa transisi dari anak ke dewasa. Pada masa ini remaja banyak mengalami rintangan yang akan dilalui untuk mencari jati dirinya. Terkadang karena memiliki ketidakstabilan emosi para remaja sangat mudah untuk dipengaruhi dengan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku, dan menjurus pada perbuatan melawan hukum yang membahayakan diri pribadi dan orang lain.
Gangguan masa remaja dan anak-anak, yang di sebut sebagai childdhood disorders dan menimbulkan penderitaan emosional minor serta gangguan kejiwaan lain pada pelakunya, di kemudian hari bisa berkembang jadi bentuk kejahatan remaja (juvenile delinquency). Kejahatan yang dilakukan remaja pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakat dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya.
2
Norma-norma yang sering dilanggar oleh para remaja seperti penganiayaan, tawuran pelajar dan sebagainya.Mengenai kenakalan remaja sudah diprogramkan pemerintah untuk menanggulanginya semenjak 1971.Pemerintah telah menaruh perhatian yang serius dengan keluarnya Badan Koordinasi Pelaksana Intruksi Presiden (bakolak inpres) Nomor 6 Tahun 1971 pedoman tentang Pola Penanggulangan Remaja.
Kenakalan remaja tersebut diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh remaja yang bertentangan dengan hukum, agama, dan norma-norma dalam masyarakat, akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu ketenteraman umum dan juga dapat merusak dirinya sendiri. Apabila tindakan yang sama dilakukan oleh orang dewasa, maka hal ini disebut kejahatan (kriminal), seperti membunuh, merampok, memperkosa, melakukan perbuatan cabul, menodong dan lain-lain. Tindakan-tindakan mana yang dapat dituntut di depan pengadilan dan jika ternyata pelakunya bersalah maka si pelaku dijatuhi hukuman sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, tentang Pengadilan Anak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Anak) dalam Pasal 22 dikatakan bahwa penjatuhan pidana pada anak-anak nakal adalah pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam Pasal 23 ayat 2 dikatakan bahwa pidana pokok terdiri dari pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, atau pidana pengawasan.Sedangkan untuk pidana pokok untuk pelaku yang masih berusia belia atau dikategorikan anak-anak (belum dewasa) Menurut undang-undang ini maka ancaman pidananya yaitu 1/2 (setengah) dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa.
Periode Januari hingga Juni 2012, Komnas Perlindungan anak mencatat telah terjadi 139 kasus tawuran antar Pelajar yang menimbulkan korban tewas hingga 12 anak. Lebih banyak dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang berjumlah 128 kasus. Tawuran merupakan suatu bentuk tindak pidana yang dapat melanggar Pasal 170, 351, 355, 358 KUHP karena termasuk dalam bentuk kejahatan.
3
Kasus kekerasan di kalangan pelajar makin marak seperti tindakan tawuran siswa yang semakin nekad dan mengarah pada tindak pidana, seperti kasus baku hantam siswa telah menggunakan senjata tajam nyaris menimbulkan korban jiwa yang dimuat dalam padang-today.com pada tanggal 2 Februari 2013 dimana beritanya sebagai berikut: Tawuran antar pelajar Kota Padang telah korban, yakni Ade Chandra (20) alamat Lubuk Minturun, Koto Tangah Padang, pelajar yang duduk di bangku Kelas III itu alami luka tusuk di pinggang sebelah kiri dan luka sabetan pada betis kiri, sehingga dilarikan ke RSUP. M. Djamil Padang. Salah seorang saksi mata, Irsad (15) rekan korban mengatakan kalau mereka tengah duduk di persimpangan Gor H. Agus salim sekitar pukul 12:30 WIB, mereka tidak tahu jika sedang terjadi kericuhan antar sekolah dikawasan itu. Tanpa mereka ketahui tiga orang pelajar berlari ke arah mereka dengan membawa badik dan samurai, mereka hanya bisa terkejut dan tidak sempat lari sehingga Ade chandra tertusuk tepat dipinggang dan kaki kirinya. Dua orang pelajar yang diduga pelaku pembacokan itu akhirnya diamankan polisi, yakni Tommy Indrawan N (19), dan Yopies (16), bersama barang bukti sebilah samurai dan badik yang sudah berkarat dan pakaian bebas yang dipakai untuk menghilangkan identitas. Sementara satu orang pelajar inisial “T” sedang diburu.Kedua pelaku yang telah diamankan dibalik sel tetap dalam pemeriksaan lebih lanjut.
Hukum pidana mempunyai tujuan melindungi masyarakat terhadap kejahatan, kasus tawuran di kalangan pelajar yang meresahkan masyarakat dan sering menimbulkan korban seperti penganiayaan, penusukan, pembacokan sudah merupakan kejahatan dan harus menjalani proses penyidikan menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Dari uraian diatas mendorong penulis untuk menulisnya dalam bentuk skripsi dengan judul: “PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAJAR YANG MELAKUKAN TAWURAN DENGAN KEKERASAN ”(Studi kasus: Polresta Padang).
4
Metodologi
1. Jenis Penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan dan rumusan masalah yang dikemukakan, maka dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian yuridis sosiologis, yaitu suatu penelitian yang menggunakan metode pendekatan terhadap masalah dengan melihat norma hukum yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta yang terdapat di lapangan.
2. sumber data
Dalam pengumpulan data ini Penulis akan menggunakan 2 (dua) sumber data yaitu :
a. Data primer
Data ini merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan Aiptu I Made Syafari Udayana, selaku Penyidik Polresta Padang.
b. Data sekunder
Data ini adalah data yang didapat dengan mempelajari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
3. Teknik Pengumpul Data
Adapun teknik pengumpul data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk menjawab permasalahan penelitian dengan tanya jawab antara penulis dengan Penyidik Polresta Padang. Wawancara dilakukan dengan semi terstruktur yaitu di samping menyusun pertanyaan penulis juga akan mengembangkan pertanyaan lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Setelah data dikumpulkan, maka dalam menganalisis atau mengolah data tersebut, penulis akan menganalisa secara kualitatif, dimana penulis akan mempelajari hasil penelitian yang berupa data primer maupun data
5
sekunder yang kemudian dijabarkan secara sistematis
b. Studi Dokumen
Merupakan teknik pengumpul data dengan cara mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan digunakan untuk menunjang, mendukung dan melengkapi data primer.
Hasil dan Pembahasan
A. Pelaksanaan Penyidikan terhadap Pelajar yang Melakukan Tawuran dengan Kekerasan
Polresta Padang dalam mengantisipasi kasus tawuran pelajar yang semakin marak terjadi memakai beberapa cara yaitu:
1. Pre-emtif
Pembinaan pelajar melalui jalur pembina upacara, ceramah, diskusi dan penyuluhan tentang tawuran.
2. Prepentif
Melakukan upaya pencegahan dengan cara koordinasi lintas sektoral untuk mengawasi pelajar yang terlihat di luar sekolah pada saat jam pelajaran dan pemeriksaan sajam.
3. Represif
Penindakan secara hukum (diproses), dan diberikan tindakan-tindakan tertentu.
Tindakan represif tidak selalu dilakukan penahanan atau melaksanakan proses penyidikan. Tetapi juga dapat dengan memberikan tindakan seperti membuat surat pernyataan atau dengan tindakan hukuman seperti membotaki rambut pelajar yang melakukan tawuran. Akan tetapi apabila tawuran pelajar sudah mengarah kepada tindak pidana seperti penganiayaan, maka Polresta Padang akan melakukan proses penyidikan terhadap pelaku tawuran.
Penyidik di Polresta Padang dalam melakukan pelaksanaan penyidikan perkara tindak pidana dimulai dari:
a. Pemanggilan Saksi-saksi
Upaya yang dilakukan penyidik atau penyidik pembantu dengan langkah pemanggilan saksi-saksi adalah untuk mendapatkan keterangan yang membuat terang
6
suatu tindak pidana yang terjadi. Penyidik akan membuat berita acara pemeriksaan saksi-saksi.
Pemanggilan saksi dilakukan dengan surat panggilan yang diantar langsung oleh penyidik. Batas waktu untuk menunggu kehadiran saksi adalah 3 hari, apabila dalam kurun waktu tersebut saksi masih belum juga hadir untuk memberi keterangan, penyidik akan mengirimkan kembali surat panggilan yang kedua dengan batas waktu yang sama. Apabila saksi masih juga tidak hadir 3 hari setelah surat panggilan yang kedua dikirimkan, maka penyidik akan menjemput paksa saksi untuk memberi keterangan.
Dalam pemanggilan saksi-saksi terkadang penyidik mendapat beberapa kesulitan yaitu:
1) Identitas saksi.
2) Alamat saksi yang tidak jelas.
3) Saksi yang tidak mau menerima panggilan.
4) Saksi tidak berada ditempat.
5) Tempat tinggal saksi diluar kota.
b.Penangkapan tersangka
Dengan adanya bukti permulaan yang cukup, dalam kasus kekerasan yang merupakan delik murni, penyidik langsung menjemput tersangka dengan membawa surat penangkapan, karena apabila mengeluarkan surat pemanggilan terlebih dahulu, dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri.
Dalam pelaksanaan penyidikan terhadap pelajar yang notabenenya masih anak dibawah umur, pemeriksaan akan dilakukan secara tertutup dan anak akan didampingi oleh pihak keluarga, apabila dibutuhkan sang anak boleh didampingi oleh penasihat hukum.
7
Proses pemeriksaan terhadap tersangka anak merupakan bagian dari kegiatan penyidikan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan dan kejelasan. Penyidik harus telah berpengalaman dalam penyidikan terhadap tindak pidana dan mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak, penyidik juga wajib meminta pertimbangan kepada pembimbing kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli agama, ahli pendidikan dan ahli kesehatan jiwa, atau petugas kemasyarakatan lainnya. Dalam proses penyidikan pihak penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku serta senantiasa memperhatikan hak asasi manusia sebagaimana yang telah diatur dalam KUHAP.
c. Penyitaan barang bukti
Penyitaan barang bukti dimaksud untuk pembuktian, memperkuat dan memperjelas perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka. Dalam proses penyitaan barang bukti ini, penyidik harus membuat laporan untuk mendapatkan persetujuan penyitaan dan izin dari ketua pengadilan negeri setempat. Dan apabila dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penyitaan guna supaya barang bukti tersebut tidak berpindah dan dihilangkan oleh tersangka, setelah itu penyidik wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk mendapatkan persetujuannya.
Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan maka pihak penyidik harus melakukan koordinasi dan mengirim surat pemberitahuan ke BAPAS untuk melakukan penelitian tentang bagaimana kehidupan anak
8
dalam keluarga dan kehidupan sehari-harinya dalam sekolah dan dalam masyarakat dengan melampirkan surat-surat sebagai berikut:
1) Permohonan BAPAS;
2) Laporan polisi;
3) Surat perintah penyidikan;
4) Resume singkat;
5) Bukti-bukti bahwa anak masih dibawah umur:
(a) KK
(b)Akte kelahiran
(c) Kartu pelajar
Setelah itu petugas BAPAS tersebut akan datang ke tempat dimana tersangka anak tersebut berada dan kemudian petugas BAPAS tersebut akan melakukan pemeriksaan terhadap tersangka anak dengan didampingi oleh penyidik/ penyidik pembantu serta orang tua dari tersangka anak tersebut dan setelah itu hasil dari penelitian petugas BAPAS tersebut akan dilampirkan di dalam berkas perkara yang akan dilimpahkan oleh penyidik kepolisian ke Jaksa Penuntut Umum.
Fungsi BAPAS adalah sebagai pendamping tersangka anak dalam pemeriksaan di tingkat Pengadilan. Selain itu BAPAS juga melakukan penelitian terhadap tersangka anak yang melakukan tawuran dengan kekerasan menyangkut identitas anak, latar belakang orang tua, keluarga, sekolah dan lingkungan tempat tinggal anak tersebut. Jika BAPAS belum selesai melakukan penelitian terhadap tersangka anak dalam masa tahanannya, maka penyidik kepolisian akan meminta perpanjangan masa penahanan ke kejaksaan. Jadi jika diperpanjang masa tahanan tersangka anak tersebut di kepolisian akan menjadi 30 (tiga puluh) hari.
B. Kendala yang dihadapi Penyidik Polresta Padang Dalam Pelaksanaan Penyidikan terhadap Pelajar yang Melakukan Tawuran Dengan Kekerasan
Dalam pelaksanaan penyidikan terhadap pelajar yang melakukan tawuran dengan kekerasan pihak penyidik/pembantu
9
penyidik Polresta Padang biasanya mendapatkan kendala-kendala seperti:
1. Tersangka Bungkam
Dengan status tersangka yang seorang pelajar dan jelas masih di bawah umur para penyidik tidak bisa melakukan penyidikan yang sama halnya seperti penyidikan terhadap orang dewasa, karena tersangka belum siap untuk berurusan dengan masalah yang masuk dalam ranah hukum, sehingga dia akan selalu menutup diri dan cenderung bungkam pada saat pelaksanaan penyidikan.
Penggunaan Psikologi dalam proses pemeriksaan terhadap tersangka anak merupakan salah satu cara yang harus dilakukan oleh seorang penyidik, melalui pendekatan kejiwaan tersangka untuk memperoleh keterangan dari tersangka tanpa unsur paksaan. Umumnya pemeriksaan dengan penggunaan psikologi tidak diatur tidak diatur dalam KUHAP, tetapi seorang Penyidik dituntut untuk mengenal mental, watak dan karakteristik tersangka yang diperiksanya. Dengan mengenal mental, watak dan karakteristik tersebut seorang Penyidik dapat mengetahui pendekatan apa yang cocok digunakan kepada tersangka.
2. BAPAS
Pada tingkat pemeriksaan dan penelitian terhadap tersangka anak oleh BAPAS sering mengalami keterlambatan, jadi hasilnya pun sering terlambat diterima oleh Penyidik Polresta Padang. Di dalam Undang-undang sendiri baik oleh KUHAP maupun UT Pengadilan Anak memang tidak diatur kapan batas waktu lamanya pemeriksaan dan penelitian yang dilakukan oleh pihak BAPAS terhadap tersangka anak, pihak BAPAS tidak memiliki acuan pasti tentang berapa lamanya
10
melakukan penelitian terhadap tersangka anak. Jadi dengan kata lain pihak BAPAS mengacu hanya pada lamanya masa penahanan tersangka anak oleh pihak penyidik kepolisian (Pasal 44 ayat (2) UU Pengadilan Anak yaitu selama 20 (dua puluh) hari. Dan hal inilah yang sering menyebabkan keterlambatan hasil penelitian oleh BAPAS diterima oleh pihak penyidik Polresta Padang.
3. Orang Tua
Penyidik/penyidik pembantu terkadang mendapatkan kendala dalam pelaksanaan penyidikan karena orang tua tersangka yang enggan untuk memberi keterangan dan mendampingi anak dalam proses penyidikan. Orang tua dari tersangka tindak pidana anak biasanya takut dan malu untuk mendampingi anaknya dalam pelaksanaan penyidikan sehingga penyidik tidak bisa melakukan penyidikan terhadap tersangka karena dalam penyidikan terhadap tersangka anak harus didampingi oleh orang tuanya.
C. Upaya Penanggulangan terhadap Kendala yang dihadapi Penyidik Dalam Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Pelajar yang Melakukan Tawuran Dengan Kekerasan
Untuk mengatasi kendala atau masalah seperti yang tersebut diatas maka pihak-pihak penyidik/penyidik pembantu melakukan beberapa upaya untuk menanggulanginya seperti:
1. Penanggulangan terhadap tersangka yang bungkam
Dengan status tersangka yang seorang pelajar dan jelas masih di bawah umur, dengan ketidaksiapan mental untuk berurusan dengan masalah hukum menyebabkan tersangka akan sulit dalam pelaksanaan penyidikan, pihak penyidik/penyidik pembantu pun tidak bisa melakukan penyidikan seperti layaknya terhadap orang
11
biasa. Dalam menghadapi kendala ini penyidik melakukan penyidikan harus dalam suasana kekeluagaan seperti yang tercantum dalam Pasal 42 ayat 1 UU pengadilan anak.
Berpegang dari Undang-undang tersebut pihak penyidik dalam pelaksanaan penyidikan harus lebih ramah dan memperhalus bahasa, dan senantiasa meminta saran dan pertimbangan kepada pembimbing kemasyarakatan.Biasanya pihak Penyidik memerintahkan penyidik tidak berseragam atau penyidik wanita (Polwan) dalam pelaksanaan penyidikan.
Penggunaan Psikologi dalam proses pemeriksaan terhadap tersangka anak juga merupakan salah satu cara yang harus dilakukan oleh seorang penyidik, melalui pendekatan kejiwaan tersangka untuk memperoleh keterangan dari tersangka tanpa unsur paksaan. Umumnya pemeriksaan dengan penggunaan psikologi tidak diatur tidak diatur dalam KUHAP, tetapi seorang Penyidik dituntut untuk mengenal mental, watak dan karakteristik tersangka yang diperiksanya. Dengan mengenal mental, watak dan karakteristik tersebut seorang Penyidik dapat mengetahui pendekatan apa yang cocok digunakan kepada tersangka.
2. Penanggulangan terhadap keterlambatan BAPAS
Karena pada saat pemeriksaan dan penelitian, BAPAS sering mengalami keterlambatan, itu dikarenakan tidak sedikitnya jumlah kasus yang harus diteliti oleh pihak BAPAS, ditambah pula dengan jumlah anggota BAPAS yang tidak terlalu banyak. Jadi apabila dalam satu daerah terjadi beberapa tindak pidana yang melibatkan anak di bawah umur, pihak BAPAS akan terlebih dahulu fokus kepada masalah yang lebih besar, seperti
12
pembunuhan. Untuk menanggulangi kendala tersebut, apabila BAPAS belum selesai melakukan penelitian terhadap tersangka anak dalam masa tahanannya, maka pihak penyidik kepolisian akan meminta perpanjangan masa tahanan ke kejaksaan. Jangka waktu penahanan terhadap tersangka anak adalah 20 hari, dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai atas permintaan penyidik dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang selama 10 hari. Jadi, jika diperpanjang masa tahanan anak tersebut di kepolisian akan menjadi 30 (tiga puluh) hari.
3. Penanggulangan pemanggilan orang tua tersangka
Upaya penanggulangan yang dilakukan penyidik/penyidik pembantu terhadap keengganan orang tua untuk memberi keterangan dan mendampingi anak dalam proses penyidikan biasanya dengan membuat surat panggilan dan secara langsung mendatangi alamat orang tua tersangka dan memintanya untuk datang memberi keterangan dan mendampingi anak dalam proses penyidikan dengan memberi penjelasan-penjelasan bahwa tersangka anak harus didampingi orang tua untuk kelancaran penyidikan.
Simpulan
1. Pelaksanaan penyidikan terhadap pelajar yang melakukan aksi tawuran dengan kekerasan di Polresta Padang berdasarkan KUHAP dan UU Pengadilan Anak.
2. Kendala yang dihadapi penyidik dalam pelaksanaan penyidikan adalah status tersangka yang masih dibawah umur, keterlambatan BAPAS dalam melaporkan hasil penelitian, dan orang tua tersangka yang enggan mendampingi anak.
3. Upaya penyidik dalam menanggulangi kendala yang
13
dihadapi saat pelaksanaan penyidikan yaitu dengan suasana kekeluargaan, yang biasanya dilakukan oleh penyidik tidak berseragam atau penyidik wanita (Polwan). Meminta perpanjangan masa tahanan ke kejaksaan apabila BAPAS terlambat melaporkan hasil penelitian, dan membawa surat panggilan untuk orang tua tersangka.
Daftar Pustaka
A. Buku-buku
Andi Hamzah, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta.
C. de Rover, 2006, To serve and to Protect (Acuan Universal Penegak HAM), RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Jamal Ma’mur Asmani, 2012.Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah. Buku Biru, Yogyakarta.
Kartini Kartono, 2011, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Maulana Hassan Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta.
M. Karyadi, 2005, Polisi (Status - tugas kewajiban - wewenang). Politea, Bogor.
M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika, Jakarta.
R. Soesilo, 1989, Kriminalistik (Ilmu Penyidikan Kejahatan), Politea, Bogor.
Sarlito W. Sarwono. 2012. Psikologi Remaja, Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Sofyan S. Willis, 2012. Remaja Dan Masalahnya, Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja, Narkoba, Free Sex dan Pemecahannya, Alfabeta, Bandung.
Sudarsono, 2012.Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi dan Resosialisasi. Rineka Cipta, Jakarta.
B. Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.
Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
C. Sumber Lain
Ahnaf Muzayyinul Islam, Makalah Tawuran Antar Pelajar. http://ahnaf-
14
home.bogspot.com. Jumat, 11 Januari 2013.
Fikar, Penyebab Terjadinya Tawuran Antar Pelajar. www.fikarhomeschooling.net .Sabtu, 04 Agustus 2012.
Putra Tanhar Tawuran antar Pelajar Telan Korban, www.padang today.com.Sabtu 02 Februari 2013.
Susilo Prasetyo, Tawuran antar Pelajar, http://duniasushii.blogspot.com, Selasa, 09 Oktober 2012.
Hasil wawancara penulis dengan Aiptu I Made Syafari Udayana, S.H, selaku Kasubnit Opsnal di Polresta Padang.
Downloads
Published
2013-10-18