Halaman 1 dari 9

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA, MALAYSIA, THAILAND, DAN

SINGAPURA TENTANG TINDAK PIDANA

PENCURIAN DATA NASABAH (SKIMMING)

Executive Summary

Diajukan sebagai syarat

Untuk memperoleh gelar sarjana hukum

OLEH:

ARANZA DIOLA

NPM. 1910012111220

BAGIAN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

2023

No Reg : 63/PID/02/VIII-2023

Halaman 2 dari 9

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA, MALAYSIA, THAILAND, DAN

SINGAPORE TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DATA NASABAH

(SKIMMING)

1Aranza Diola, 1Deaf Wahyuni Ramadhani

1Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta

Email: diolaaranza@gmail.com

ABSTRACT

Theft of customer data through Skimming is a serious criminal activity that poses significant

risks to individuals and financial institutions. Dif erent countries have enacted laws to address

this issue, such as Law Number 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions

in Indonesia, the Personal Data Protection Act 2012 in Malaysia, the Personal Data Protection

Act 2019 in Thailand, and the Personal Data Protection Act in Singapore. While these countries

share some similarities in addressing Skimming crimes, there are notable dif erences in the legal

aspects governing these of enses. The research conducted in this study is a normative legal

research, specifically Comparative Law Research. It involves a comparison of the national laws

related to customer data theft (Skimming) in Indonesia, Malaysia, Thailand, and Singapore. Secondary data, including primary, secondary, and tertiary legal materials, were utilized for this

analysis. The data was collected through document analysis and subsequently qualitatively

analyzed. Keywords: comparison, law, Skimming, cybercrime

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencurian data nasabah melalui

praktik Skimming merupakan ancaman

serius yang semakin meningkat di Era

Digital. Skimming adalah tindakan ilegal

yang menggunakan perangkat elektronik

untuk mencuri informasi pribadi dan

keuangan nasabah, seperti nomor kartu

kredit atau debit, dengan tujuan melakukan

penipuan atau pencurian identitas. Dampak

dari kejahatan ini bisa berupa kerugian

finansial yang signifikan bagi korban

1

. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi informasi tidak hanya membawa

manfaat positif, tetapi juga mendorong

munculnya kejahatan-kejahatan baru yang

sangat canggih. Meskipun fungsi hukum

adalah melindungi kepentingan masyarakat, 1 Akashdeep Bhardwaj, et al., 2015, Ransomware: A Rising Threat of New Age Digital

Extortio, Indian Journal of Science and Technology, Vol. 9 Issue 14, hlm. 189.

Halaman 3 dari 9

realitasnya menghadirkan tantangan baru

dalam hal perlindungan data pribadi2

. Di Indonesia, tindak pidana Skimming

diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 27 tahun 2022 tentang

Perlindungan Data Pribadi, selanjutnya

disebut Undang-Undang PDP dengan

mengidentifikasi tindakan yang melibatkan

akses ilegal terhadap komputer dan sistem

elektronik serta mengancam pelaku dengan

hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda

mencapai Rp600.000.000,00. Negara-negara ASEAN seperti

Malaysia, Thailand, dan Singapura memiliki

pendekatan hukum yang berbeda dalam

menangani masalah Skimming. Malaysia

mengatur perlindungan data pribadi nasabah

melalui Personal Data Protection ACT 2012, sementara Thailand melalui Personal Data

Protection ACT 2019. Kedua negara ini

melarang pengumpulan, penggunaan, dan

pemrosesan data pribadi tanpa persetujuan

nasabah, dengan sanksi administratif dan

pidana sebagai konsekuensi pelanggaran

3

. 2

Iwan Setiawan, 2015, Regulation of

Unauthorised ATM/Debit Card Transactions and

Consumer Protection In Indonesia: A Critical

Analysis of Law And Practice, Dissertation, Faculty

of Law, Humanities and The Arts, University of

Wollongong, Sidney, hlm. 74. 3 Taufik Mohammad dan Azlinda Azman, 2015, Surveying Citizen SatisfACTion with the

Criminal Justice System in Malaysia, Pertanika

Di Singapura, Personal Data

Protection ACT menjadi dasar hukum utama

dalam melindungi data pribadi. Undang- undang ini mengatur prinsip-prinsip

perlindungan data pribadi, pengumpulan, penggunaan, dan pembukaan data, serta

memiliki lembaga penegak hukum yang

bertugas menangani pelanggaran. Singapura juga aktif dalam mengatasi

Skimming dengan langkah-langkah

keamanan yang canggih dan edukasi

nasabah. Bank-bank dan lembaga keuangan

di sana menggunakan teknologi tinggi, seperti chip EMV, untuk mengurangi risiko

akses ilegal terhadap data nasabah. Selain

itu, pemerintah dan lembaga keuangan

mengedukasi nasabah tentang tanda-tanda

Skimming dan tindakan pencegahan

4

. Meskipun peraturan hukum di

keempat negara berbeda, tujuan mereka

secara umum adalah melindungi privasi dan

keamanan data nasabah dari pencurian dan

penyalahgunaan. Skripsi ini akan mengkaji

bagaimana rumusan unsur tindak pidana dan

sanksi pidana di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura dalam menangani

tindak pidana (Skimming). Dalam konteks

Journal of Social Sciences & Humanities, Vol. 23

Issue 2, hlm. 298. 4 Personal Data Protection Commssion

(PDPC) Singapore. Who We Are [daring] PDPC

Singapore, https://www.pdpc.gov.sg/About-Us/Who- We-Are, diakses 24 Juni 2023].

Halaman 4 dari 9

inilah penulis berjudul "PERBANDINGAN

HUKUM PIDANA DI INDONESIA, MALAYSIA, THAILAND, DAN

SINGAPURA TENTANG TINDAK

PIDANA PENCURIAN DATA

NASABAH (SKIMMING)" akan dikaji

lebih lanjut. B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah rumusan Unsur

Tindak Pidana dan sanksi Pidana di

Indonesia, Malaysia, Thailand dan

Singapura dalam menangani tindak

pidana pencurian data nasabah

(Skimming)?

C. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis rumusan unsur

tindak pidana dan sanksi pidana di

Indonesia, Malaysia, Thailand dan

Singapura dalam menangani tindak

pidana (Skimming). II METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian hukum normatif yang

berfokus pada analisis dan penafsiran

terhadap peraturan hukum yang mengatur

tindak pidana (Skimming) di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura. 2. Sumber Data

Bahan Hukum Primer: Ini adalah

sumber data yang memiliki otoritas tertinggi

dalam sistem hukum. Dalam penelitian ini, beberapa contoh bahan hukum primer yang

digunakan mencakup Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data

Pribadi dan undang-undang terkait

perlindungan data pribadi di Malaysia, Thailand, dan Singapura. Bahan Hukum Sekunder: Ini adalah

sumber-sumber hukum yang memiliki

tingkat otoritas yang lebih rendah daripada

bahan hukum primer, tetapi digunakan

sebagai pedoman atau referensi dalam

menginterpretasikan dan memahami hukum

yang berlaku. Bahan hukum sekunder

mencakup peraturan turunan, peraturan

pelaksana, keputusan pengadilan, doktrin

hukum, dan panduan yang dikeluarkan oleh

otoritas hukum. Ini juga bisa mencakup

jurnal dan penerbitan pemerintah. Bahan Hukum Tersier: Ini adalah

bahan-bahan yang memberikan petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Bahan hukum tersier

sering kali digunakan sebagai referensi

tambahan dalam bidang hukum. Contohnya

termasuk abstrak perundang-undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum, dan sumber-sumber serupa.