PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 5 PADANG
Abstrak
ABSTRACT
This study aims to find out the mathematics learning outcomes of students whose learning using the Make a Match type cooperative learning model is better than learning using ordinary learning in class VIII of SMPN 5 Padang. The type of research used is experimental research. The population in this study were all eighth grade students of SMPN 5 Padang. The sample classes were taken randomly, so that the sample classes obtained in this study were students of class VIII.1 as the experimental class and students of class VIII.3 as the control class. Based on student learning outcomes data in the two sample classes, after conducting a hypothesis test using the t-test formula. Based on the price of , then and that means H0 is rejected. So it can be concluded that the mathematics learning outcomes of students whose learning using the Make a Match type cooperative learning model is better than that of learning using ordinary learning in class VIII of SMPN 5 Padang.
Key Words : Make a Match, Learning Outcomes
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang terus menerus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang memiliki peranan penting dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Pentingnya matematika dikemukakan oleh Sholihah (2015) “ Salah satu bidang yang mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan dan dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari adalah matematika”(p.176). Oleh karena itu, sudah sewajarnya matematika memperoleh perhatian yang lebih serius dari pendidik agar matematika dapat lebih diminati oleh peserta didik.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik haruslah bisa membuat peserta didik juga berperan aktif dan turut andil pada saat pelaksanaan pembelajaran. Menurut Anggraeni (2014) “Salah satu cara mengaktifkan belajar siswa adalah dengan memberikan berbagai pengalaman belajar bermakna yang bermanfaat bagi kehidupan siswa dengan memberikan rangsangan tugas, tantangan, memecahkan masalah, atau mengembangkan pembiasaan agar dalam dirinya tumbuh kesadaran bahwa belajar menjadi kebutuhan hidupnya dan oleh karena itu perlu dilakukan sepanjang hayat”(p.122).
Salah satu upaya yang dilakukan guru agar siswa aktif yaitu melibatkan siswa pada saat proses pembelajaran. Menurut Kirom (2017) “guru dituntut untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan tidak hanya menjejali siswa dengan pengetahuan-pengetahuan secara teori dengan sebanyak-banyaknya” (p.71).
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 7-18 Januari 2019 di SMPN 5 Padang, sekolah tersebut sudah menggunakan kurikulum 2013 yang menerapkan pendekatan saintifik. Namun pada kenyataannya guru belum sepenuhnya menerapkan pendekatan saintifik. Pada saat proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. Guru lebih fokus kepada materi yang diajarkan bukan kepada kondisi siswa dalam menerima pelajaran. Ketika guru menyampaikan materi hanya sebagian siswa yang aktif dalam merespon materi, dan melakukan tanya jawab tentang materi yang diajarkan guru. Siswa yang aktif tersebut dominan kepada siswa yang duduk di bagian depan. Sebagian siswa yang lain ada yang tidak memperhatikan guru bahkan mengobrol dengan teman sebangkunya. Ketika guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan, terlihat bahwa sedikit siswa yang benar-benar mengerjakan soal sendiri
Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa pada 14 Januari 2019, siswa mengatakan bahwa mereka lebih suka belajar dan mengerjakan latihan secara berkelompok, karena jika belajar dengan hanya memperhatikan guru di dalam kelas membuat siswa merasa jenuh dan bosan ketika proses pembelajaran berlangsung. Mereka juga mengatakan bahwa jika dalam belajar kelompok ada sebuah penghargaan itu akan membuat mereka lebih semangat dalam belajar.
Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan guru matematika SMPN 5 Padang pada 14 Januari 2019, bahwasanya pada proses pembelajaran hanya sebagian siswa yang fokus dalam belajar, jika sudah masuk pada jam pembelajaran siang, siswa lebih cenderung tidak fokus dalam belajar dan mengantuk di dalam kelas.
Kondisi pembelajaran tersebut memberikan pengaruh kepada hasil belajar matematika siswa yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1 : Jumlah dan Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII Berdasarkan Nilai Ujian Akhir Semester Genap Kelas VII SMPN 5 Padang Tahun Pelajaran 2018/2019.
Kelas
Jumlah siswa
Jumlah siswa yang
Persentase siswa yang
Nilai ≥ 70
Nilai < 70
Nilai ≥ 70
Nilai < 70
VIII.1
32
2
30
6,25%
93,75%
VIII.2
32
5
27
15,62%
84,38%
VIII.3
29
5
24
17,24%
82,76%
VIII.4
31
3
28
9,68%
90,32%
VIII.5
30
4
26
13,33%
86,67%
VIII.6
32
1
31
3,12%
96,88%
VIII.7
30
1
29
3,33%
96,67%
VIII.8
30
3
27
10%
90%
VIII.9
31
1
30
3,23%
96,77%
Sumber. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMPN 5 Padang
Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh SMPN 5 Padang adalah 70, maka dari tabel di atas dapat terlihat bahwa persentase ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas VIII berdasarkan nilai ujian akhir semester genap kelas VII SMPN 5 Padang Tahun Pelajaran 2018/2019 tergolong masih rendah, dengan kata lain masih banyak yang belum mencapai KKM.
Untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar siswa guru perlu menggunakan strategi, metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan agar siswa dapat lebih memahami materi yang diajarkan oleh guru. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan siswa seperti kurang aktif dalam pembelajaran dan menyontek dalam mengerjakan soal latihan yang diberikan guru di kelas VIII SMPN 5 Padang adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan model pembelajaran yang menggunakan kartu-kartu, yaitu kartu yang berisikan kartu soal dan kartu jawaban dari pertanyaan kartu soal. Menurut Suprijono (2009) “hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut”(p.94).
Dengan menggunakan model pembelajaran make a match dapat membuat siswa terlibat langsung dalam pembelajaran karena masing-masing siswa akan mendapatkan kartu yang akan dikerjakan dan mencari pasangan dari kartu yang dipegang yang membuat siswa harus paham dengan materi yang sedang dipelajari. Dengan model Make a Match juga siswa adanya rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan soal dan jawaban melalui kartu-kartu yang diberikan oleh guru, dan dapat menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran karena adanya unsur permainan.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (2010) “Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu” (p.9).
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian. Menurut Arikunto (2010) “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (p.173). Sampel adalah bagian dari populasi atau segala karakteristik populasi tercermin dalam sampel yang diambil. Menurut Arikunto (2010) “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti” (p.174).
Pada penelitian ini populasi kelas VIII SMPN 5 Padang terdiri dari 9 kelas, dan telah dianalisis didapatkan 8 kelas yang berdistribusi normal dan 1 kelas yang tidak berdistribusi normal. Delapan kelas yang berdistribusi normal di uji homogenitasnya dan didapatkan hasil bahwa kedelapan kelas tersebut homogen dan mempunyai kesamaan rata-rata, maka setelah diambil secara acak, hasil yang didapat yaitu kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen dan VIII.3 sebagai kelas kontrol.
Pelaksanaan teknik analisis data tes akhir dilakukan dengan cara menentukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis.
HASIL PENELITIAN
Data hasil belajar siswa diperoleh melalui tes akhir yang dilakukan pada kedua kelas sampel yang terdiri dari 29 orang siswa kelas ekperimen dan 29 orang siswa kelas kontrol. Tes akhir yang diberikan berupa tes uraian yang terdiri dari 9 butir soal dengan waktu 80 menit. Data hasil tes akhir siswa pada kedua kelas sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2: Hasil Tes Akhir Matematika Siswa
Kelas
Jumlah Siswa
Siswa yang mencapai KKM (≥71)
Jumlah
Persentase
Eksperimen
29
21
72,41%
Kontrol
29
10
34,48%
Pada tabel terlihat bahwa jumlah siswa yang mencapai ketuntasan di kelas eksperimen adalah 21 orang siswa atau 72,41% dan di kelas kontrol adalah 10 orang siswa atau 34,48%.
Analisis Data Tes Akhir
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil belajar berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji kenormalan data skor hasil belajar digunakan uji liliefors. Uji normalitas dilakukan pada kedua kelas sampel dan didapat harga L0 dan Ltabel pada taraf nyata 0.05 seperti pada tabel berikut:
Tabel 3: Hasil Uji Normalitas Data Tes Akhir Matematika Siswa
Kelas
n
L0
Ltabel
Ket
Eksperimen
29
0,0929
0,1634
L0 < L(29;0,05)
Kontrol
29
0,1505
0,1634
L0 < L(29;0,05)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa data hasil belajar kedua kelas berdistribusi normal.
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua kelas sampel memiliki variansi yang homogen atau tidak. Dalam uji homogenitas digunakan rumus uji F dengan hipotesis: H0: dan kriteria pengujiannya .
Berdasarkan hasil uji homogenitas yang dilakukan, didapatkan nilai Fhitung = 1,60 sedangkan nilai = 1,88 sehingga diperoleh Fhitung < F(0,05;28;28) yaitu 1,60 < 1,88 artinya kedua kelas sampel memiliki variansi homogen.
Dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika kedua kelas sampel berdistribusi normal dan homogen. Untuk pengujian hipotesis digunakan uji t-test. Berdasarkan harga dibandingkan dengan dengan , pada taraf kepercayaan diperoleh : dan , maka dan artinya H0 ditolak dan terima H1. Kesimpulan yang diperoleh adalah hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik dari yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa di kelas VIII SMPN 5 Padang.
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan analisis data dan pengujian hipotesis terhadap data hasil belajar, didapatkan kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang menerapkan pembelajaran biasa pada siswa kelas VIII SMPN 5 Padang. Hal ini dapat dilihat pada ketuntasan siswa dalam menyelesaikan tes akhir yang diberikan. Pada kelas yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, siswa yang tuntas adalah 21 orang atau sebanyak 72,41%. Sedangkan untuk kelas yang menerapkan pembelajaran biasa, siswa yang tuntas adalah 10 orang atau sebanyak 34,48%.
Hal ini didukung pada temuan di lapangan bahwa pada kelas eksperimen siswa lebih banyak bertanya dan aktif dibandingkan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen siswa lebih menghargai waktu dalam mengerjakan kartu-kartu yang diberikan guru dibandingkan kelas kontrol yang kurang menghargai waktu ketika mengerjakan latihan.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat memberi dorongan kepada siswa untuk lebih aktif dan lebih termotivasi dalam belajar, sehingga siswa mau memahami materi. Hal tersebut pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam pembelajaran yang menggunakan model Make a Match terfokus kepada siswa dalam mengerjakan kartu yang dipegang siswa. Dalam pelaksanaannya jika terdapat dalam satu blok jumlah siswa ganjil, maka guru ikut berperan dalam blok tersebut dengan memegang kartu jawaban. Siswa akan diberikan poin apabila siswa mampu menjelaskan cocok atau tidaknya kartu yang dipegang dengan pasangannya.
Meskipun banyak keunggulan dan manfaat dari model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala, diantaranya:
- Pada pertemuan pertama ketika pembagian blok beberapa siswa tidak mau duduk di bloknya. Peneliti menjelaskan kepada siswa bahwa pembagian blok tersebut sesuai dengan pertimbangan nilai akademik siswa dilihat dari nilai akhir ujian semester. Peneliti juga dibantu oleh guru matematika untuk mengkondisikan siswa agar siswa mau duduk sesuai dengan blok yang sudah ditentukan.
- Saat siswa ingin duduk dengan pasangannya untuk berdiskusi belum terkondisikan, sehingga siswa sulit untuk menentukan tempat duduk dengan pasangannya.
- Saat presentasi terdapat pasangan yang malu ketika mempresentasikan kartu soal dan kartu jawaban karna lawan jenis. Peneliti memberikan pengertian kepada siswa agar tidak malu dalam presentasi karena siswa akan mendapatkan poin jika siswa dan pasangannya mampu menjelaskan cocok atau tidaknya kartu yang dipegang.
- Pada pelaksanaannya waktu yang ditetapkan tidak sesuai dengan perencanaan. Dalam pelaksanaannya waktu yang diberikan kepada kelompok soal untuk mencari jawaban tidak terkondisikan sehingga membuat kelompok jawaban menunggu lama. Hal tersebut mengakibatkan peluang untuk kartu pasangan menjadi cocok lebih besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan pada hasil belajar matematika siswa yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dan lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang menerapkan pembelajaran biasa pada siswa kelas VIII SMPN 5 Padang.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Vian dan Wasitohadi. 2014. Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas 5 Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) di Sekolah Dasar Virgo Maria 1 Ambarawa Semester II Tahun Pelajaran 2013 2014. Vol (30) No (2). Desember 2014:121-136.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Sholihah, Dyahsih Alin dan Ali Mahmudi. 2015. Keefektifan Experiential Learning Pembelajaran Matematika MTs Materi Bangun Ruang Sisi Datar. Jurnal Riset Pendidikan Matematika Vol (2) No (2) : 175-185.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.