ANALISIS BENTUK CAMPUR KODE DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

Authors

  • Fitrizal .
  • Iman Laili
  • Eriza Nelfi

Abstract

ABSTRACT
Code mixing is mixing between two languages (or more), or language variation in speech act, for example Indonesian language mix by other languages. This research has purposed to discuss form of code mixing base on speech level in District Court at Padang Pariaman Regency.
To analyse this data the writer use theory by Jendra and Chaer. Method that use is descriptive method by Sudaryanto. Beside that, the method of collecting the data is observation and recording method. To analyse data the writer use distributional method, deletion method, and wider technique.
Base on analyse that have been done, the writer find form of code mixing base on speech level in District Court at Padang Pariaman Regency. There are kind of code mixing in form of animate noun and inanimate noun, verb that are active verb and passive verb, pronoun, and numeral. Beside that there is code mixing on form of clause.
Keyword : Speech, Mixing Code, dan Minangkabau Language
1. Pendahuluan
Bahasa merupakan alat yang paling baik dan sempurna jika dibanding dengan alat komunikasi lain (Chaer dan Leonie, 1995:14). Tanpa menggunakan bahasa interaksi manusia tidak akan berjalan dengan baik.
Koentjaraningrat (dalam Chaer, 1995:217) mengatakan bahwa bahasa adalah bagian dari budaya. Kalau budaya itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, bahasa adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu. Jadi, dapat dilihat hubungan antara bahasa dan penggunanya akan ditemui suatu fenomena dalam berbahasa. Salah satunya adalah penggunaan dua bahasa atau lebih yang sering disebut dengan kedwibahasaan.
Kedwibahasan merupakan penggunaan dua bahasa di dalam pergaulan, (Makey dalam Chaer, 1994:112). Gejala seperti ini tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistiknya saja tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor nonlinguistik, yaitu faktor sosial dan faktor situasional. Faktor yang mempengaruhi situasi bahasa adalah status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin. Sementara itu, faktor situasional yang mempengaruhi bahasa seseorang itu adalah siapa yang berbicara, kepada siapa,
2
bahasa apa, di mana, dan masalah apa yang dibicarakan.
Masyarakat Indonesia pada umumnya menguasai dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Begitu juga dengan masyarakat yang berada di Sumatera Barat menguasai minimal dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Minangkabau. Berdasarkan situasinya, bahasa Indonesia digunakan dalam situasi resmi dan dalam situasi santai, masyarakat bebas menggunakan bahasa yang dikuasainya (bahasa Indonesia, bahasa daerah atau bahasa asing). Kebanyakan dari masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua dan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pertama (Chaer, 1994:61). Sementara itu, bahasa Minangkabau digunakan dalam situasi santai dan situasi resmi. Percampuran dua bahasa inilah yang dapat menyebabkan terjadinya alih kode dan campur kode. Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah campur kode.
Bila dilihat secara mendalam penyebab terjadinya campur kode, harus dilihat persoalan semula, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi situasi berbahasa, siapa yang berbicara, kepada siapa, bahasa apa, masalah apa, kapan dan di mana sehingga terjadi peralihan dari suatu dialek atau bahasa ke dialek atau bahasa lain. Berdasarkan cara berbahasa inilah penulis tertarik untuk meneliti campur kode dalam persidangan di Pengadilan Negeri.
Kabupaten Padang Pariaman adalah salah satu daerah yang terletak di Provinsi Sumatera Barat. Masyarakat Kabupaten Padang Pariaman merupakan masyarakat yang beragam yang terdiri dari berbagai suku, daerah asal dan bahasa yang berbeda. Dalam komunikasi sehari-hari sulit ditemukan seorang penutur menggunakan satu bahasa. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh campur kode yang terdapat dalam persidangan sebagai berikut:
(1) Tadi Saudara mengatakan ini adalah mamak Saudara. Kenapa mamaknya dilaporkan ke Polisi? Ada apa dengan kamu? Apa yang telah dia lakukan?
Pada percakapan Ketua Majelis di atas, sulit ditentukan bahasa mana yang digunakan oleh Ketua Majelis karena pada saat peristiwa tutur terjadi Ketua Majelis menggunakan bahasa Minangkabau yang bercampur dengan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan Ketua Majelis ditanggapi oleh pemohon dengan menggunakan salah satu bahasa yang digunakan oleh Ketua Majelis. Penggunaan dua bahasa yang dilakukan oleh Ketua Majelis dalam tuturan ini agar si saksi dapat memahami apa yang dimaksud oleh hakim ketua untuk lancarnya persidangan.
3
Dalam persidangan yang dilakukan di pengadilan biasanya sering terjadi campur kode. Hal ini terjadi karena masyarakat Padang Pariaman merupakan masyarakat yang beragam yang terdiri dari suku, daerah asal dan bahasa. Dalam komunikasi sehari-hari bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Minangkabau. Kebanyakan mereka menguasai lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa Minangkanabau dan bahasa Indonesia (dwibahasawan). Diperkirakan terjadinya campur kode dalam komunikasi sehari-hari, disebabkan oleh kedwibahasaan yang mereka miliki. Dengan alasan demikian penulis tertarik untuk meneliti campur kode dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman ditinjau dari bentuk campur kode berdasarkan tata tingkat kebahasaan.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk campur kode berdasarkan tata tingkat kebahasaan yang berhubungan dengan tuturan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman. Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan campur kode, yaitu Irta Sari (2012), Sulistiawati (2012, dan Revi Trilawati (2005). Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan peneliti sebelumnya. Penulis hanya khusus meneliti campur kode pada tata tingkat kebahasaan.
2. Metodologi Penelitian
a. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret paparan seperti adanya (Sudaryanto, 1992 : 62).
b. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode simak. Menurut Sudaryanto (1992:133) metode simak adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui proses penyimakan terhadap penggunaan bahasa yang diteliti. Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat.
Teknik simak bebas libat cakap (SBLC) dilakukan dengan menyadap tanpa perlu berpartisipasi berbicara. Peneliti tidak ikut dalam proses pembicaraan (Sudaryanto, 1993:33). Teknik rekam adalah peneliti merekam tuturan yang
4
disampaikan oleh para penutur dalam persidangan di Pengadialan Negeri Kabupaten Padang Pariaman. Data rekaman ini kemudian ditranskripsikan. Di samping merekam, penulis juga mencatat hal-hal yang penting. Setelah ditranskripsikan, data-data tersebut diklasifikasikan berdasarkan masalah.
c. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis data penulis menggunakan metode agih. Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15).
Adapun teknik yang digunakan adalah teknik lesap dan teknik perluas. Teknik lesap adalah teknik yang berupa penghilangan atau pelesapan unsur satuan lingual lainnya. Teknik perluas adalah kata yang cakupan makna kata sekarang lebih luas daripada cakupan makna semula atau dahulu. Untuk lebih jelas perhatikan contoh berikut.
Contoh campur kode kata:
(2) Awalnya bukan sama awak.
Kata awak ‘saya’ yang terdapat pada data (2) merupakan campur kode berbentuk kata berkategori nomina. Kata awak ‘saya’ adalah kata ganti orang yang digunakan sebagai pengganti nama diri.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Campur Kode Berdasarkan Tata Tingkat Kebahasaan
Bentuk campur kode berdasarkan tata tingkat kebahasaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman yang ditemukan adalah (1) campur kode pada tataran kata, (2) campur kode pada tataran frase, dan (3) campur kode pada tataran klausa.
3.1.1 Campur Kode Berbentuk Kata
Bentuk campur kode pada tataran kata yang ditemukan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman adalah campur kode dari bahasa Minangkabau yang terdiri dari kata dasar yang berkategori nomina, verba, pronomina, numeralia, dan ajektiva, kata berimbuhan, dan kata ulang. Campur kode tersebut dapat dilihat pada data berikut.
3.1.1.1 Kata Dasar
Kata dasar yang terdapat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman adalah kata dasar berkategori nomina, verba, pronomina, numeralia, dan ajektiva.
5
a. Kata Dasar Berkategori Nomina
Kata dasar berkategori nomina yang terdapat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman adalah kata dasar berkategori nomina bernyawa. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.
(3) Makanya. Mamak saudara ya? Berarti ada hubungan. Jadi saudara ini saksi korban ya?
Pada data (3) terdapat campur kode ke berbentuk kata berkategori nomina bernyawa, yaitu kata mamak ‘paman’. Apabila kata mamak ‘paman’ diberi afiks ba+mamak menjadi bamamak ‘berpaman’ maknanya berubah menjadi memiliki paman.
Kata mamak merupakan unsur inti atau wajib hadir dalam kalimat. Apabila kata mamak dilesapkan, pesan yang disampaikan kalimat tersebut tidak lengkap dan informasinya tidak dapat diterima atau tidak dapat dipahami pendengar, seperti data (3a) berikut.
(3a) *Makanya. Saudara ya? Berarti ada hubungan. Jadi, saudara ini saksi korban ya?
Berikut ini dapat pula diperhatikan pemakaian campur kode berkategori nomina bernyawa.
(4) Tujuan datang ke rumah orang tua untuk membantu memperbaiki dapur untuk masak roboh. Karena disuruh amak.
Pada data (4) terdapat campur kode berbentuk kata berkategori nomina bernyawa yaitu kata amak ‘ibu’. Apabila kata amak ‘ibu’diberi afiksasi ba+amak menjadi baamak ‘beribu’. Kata amak diperluas menjadi baamak maknanya berubah menjadi mempunyai atau memiliki seorang ibu.
Kata amak ‘ibu’ tidak merupakan unsur inti atau tidak wajib hadir di dalam kalimat. Apabila kata amak ‘ibu’ dilesapkan, informasi atau pesan yang disampaikan tetap sampai dan dapat diterima. Kalimat tersebut tetap gramatikal seperti data (4a) berikut.
(4a) Tujuan datang ke rumah orang tua untuk membantu memperbaki dapur untuk masak roboh. Karena disuruh.
Selanjutnya, pada contoh di bawah ini dapat pula dilihat pemakaian campur kode berkategori nomina.
(5) Nggak ada yang berani, terus awak dikejar sama amak.
Kata awak ‘saya’ dan amak ‘ibu’ yang terdapat pada data (5) merupakan campur kode berbentuk kata yang berkategori nomina bernyawa. apabila kata awak dan amak diberi afiks ba+awak dan ba+amak menjadi baawak ‘berawak’. Makna kata berubah menjadi ‘memiliki awak’ dan ‘memanggil awak’. Sementara itu, kata amak berubah menjadi memiliki seorang ibu.
6
Kata awak dan amak tersebut merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila kata awak dan amak dilesapkan, informasi dan pesan yang disampaikan tidak lengkap dan tidak dapat diterima. Kalimat tersebut tidak gramatikal, seperti data (5a) berikut.
(5a) *Nggak ada yang berani, terus dikejar sama.
b. Kata Dasar Berkategori Verba
Kata dasar berkategori verba yang ditemukan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman adalah berbentuk verba aktif dan verba pasif. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman, verba aktif yang ditemukan adalah sebagai berikut.
(6) Buk tagak Buk! sini Buk, berdua Buk!
Pada data (6) terdapat campur kode yang berkategori verba aktif yaitu kata tagak ‘berdiri’. Kata tagak ‘berdiri’ tidak dapat diperluas dengan menambahkan afiks. Apabila kata tagak diberi afiks ma+tagak+an menjadi managakan ‘mendirikan’. Maknanya tidak sama lagi dengan makna yang terdapat pada data (6), tetapi tetap berkategori verba aktif.
Kata tagak ‘berdiri’ tidak merupakan unsur inti atau tidak wajib hadir di dalam kalimat (6). Apabila kata tagak berarti ‘berdiri’ dilesapkan, informasi atau pesan yang disampaikan lengkap dan dapat diterima, tetapi maknanya berubah, dari kalimat perintah berubah menjadi kata sapaan. Kalimat tersebut gramatikal, tetapi makna yang disampaikan berubah, seperti data (6a) berikut.
(6a) Buk.. buk! sini buk, berdua buk!
c. Kata Dasar Berkategori Pronomina
Campur kode berkategori nomina yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pemakaian pronomina inyo ‘dia’. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat data di bawah ini.
(7) Inyo datang tu ibuk di teras.
Pada data (7) terdapat bentuk campur kode berbentuk kata yang berkategori pronomina, yaitu inyo ‘dia’. Kata inyo ‘dia’ merupakan kata ganti orang yang digunakan untuk menunjuk orang ketiga tunggal. Apabila kata inyo diberi afiksasi ba+inyo menjadi bainyo ‘ada dia’.
Pronomina orang ketiga inyo ‘dia’ pada data (7) merupakan unsur inti atau unsur yang wajib hadir di dalam kalimat (7). Apabila kata inyo ‘dia’ dilesapkan, pesan dan informasi yang disampaikan tidak lengkap dan tidak dapat diterima karena tidak jelas maknanya. Kalimat yang tersebut tidak gramatikal, seperti data (7a) berikut.
(7a) *Datang tu ibuk di teras.
7
d. Kata Dasar Berkategori Numeralia
Campur kode berkategori numeralia yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada data berikut.
(8) Sakali, terus setelah kamu ditampar itu, kamu bagaimana reaksimu? Diam aja atau kamu pergi atau kamu lawan atau apa?
Pada data (8) terdapat campur kode berbentuk kata yang berkategori numeralia, yaitu kata sakali ‘satu kali’. Kata sakali ‘satu kali’ pada data (8) tidak merupakan unsur inti atau tidak wajib hadir di dalam kalimat (8). Apabila kata inyo ‘dia’ dilesapkan, pesan dan informasi yang disampaikan tetap lengkap dan dapat diterima, serta maknanya tidak berubah. Dengan demikian, kalimat tersebut tetap gramatikal, seperti data (8a) berikut.
(8a) Terus setelah kamu ditampar itu, kamu bagaimana reaksimu? Diam aja atau kamu pergi atau kamu lawan atau apa?
e. Kata Dasar Berkategori Ajektiva
Campur kode berbentuk kata dasar berkategori adjektiva yang ditemukan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman dapat dilihat pada data berikut.
(9) Ya marahin tukang, marahin tukang, tapi takang itu lari karena takuik.
Pada data (9) terdapat campur kode berbentuk kata berkategori adjektiva yaitu kata takuik ‘takut’. Kata takuik ‘takut’ dapat diberi afiks ma+takuik+an menjadi manakuikan ‘menakutkan’. Setelah mendapatkan perluasan, kata tersebut berubah kategori menjadi berkategori verba.
Kata takuik ‘takut’ pada data (9) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila kata takuik ‘takut’ dilesapkan, pesan dan informasi yang disampaikan tidak lengkap dan tidak dapat diterima karena maknanya berubah. Kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal, seperti data (9a) berikut.
(9a) *Ya marahin tukang, marahin tukang, tapi takang itu lari Karena
3.1.1.2 Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan yang ditemukan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman adalah sebagai berikut.
(10) Metek megang rambut awak, terus ditarik sampai ke teras, sampai di teras ditampa.
Pada data (10) terdapat campur kode berimbuhan berkategori verba ditampa ‘ditampar’. Kata ditampa ‘ditampar’ pada data (10) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila kata ditampa ‘ditampar’ dilesapkan, pesan dan informasi tidak lengkap. Kalimat yang disampaikan tidak gramatikal, seperti data (10a) berikut.
8
(10a) *Metek megang rambut awak, terus ditarik sampai ke teras, sampai di teras
Berikut ini dapat pula dilihat pemakaian campur kode kata berimbuhan sebagai berikut.
(11) Terus dicakiak dengan menggunakan tangan apa?
Pada data (11) terdapat campur kode berimbuhan berkategori verba, yaitu dicakiak ‘dicekik’.
Kata dicakiak ‘dicekik’ pada data (11) tidak merupakan unsur inti atau tidak wajib hadir di dalam kalimat. Apabila kata dicakiak ‘dicekik’ dilesapkan, pesan dan informasi tidak lengkap. Kalimat yang disampaikan tetap gramatikal, seperti data (11a) berikut.
(11a) Terus dengan menggunakan tangan apa?
3.1.1.3 Kata Ulang
Campur kode yang terdapat dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman adalah campur kode berupa kata ulang. yang mengalami perulangan. Campur kode tersebut dapat dilihat pada data berikut.
(12) Kemalangan bagai dia ndak ada tibo-tibo.
Pada data (12) terdapat campur kode berbentuk kata ulang, yaitu tibo-tibo ‘datang-datang’. Kata tibo-tibo ‘datang-datang’ merupakan perulangan dari kata tibo ‘datang’. Kata tibo-tibo tidak dapat diperluas maknanya dengan memberi afiks.
Kata ulang tibo-tibo ‘datang-datang’ pada data (12) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila kata ulang tibo-tibo ‘datang-datang’ dilesapkan, informasi atau pesan yang disampaikan tidak lengkap. Kalimat tersebut tidak gramatikal dan makna yang disampaikan berubah, seperti data (12a) berikut.
(12a) *Kemalangan bagai dia ndak ada
Selanjutnya, pada contoh di bawah ini dapat dilihat pemakaian bentuk campur kode kata ulang sebagai berikuut.
(13) Iya, akan dimusyawarahkan, dia bacaruik-caruik dalam hp.
Pada data (13) terdapat campur kode kata ulang, yaitu bacaruik-caruik ‘berkata-kata kotor’. Kata bacaruik-caruik tidak dapat diperluas bentuknya dengan memberi afiks.
Kata ulang bacaruik-caruik ‘berkata-kata kotor’ pada data (13) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila kata ulang bacaruik-caruik ‘berkata-kata kotor’ dilesapkan, informasi atau pesan yang disampaikan tidak lengkap. Kalimat tersebut tidak gramatikal dan makna yang disampaikan berubah, seperti data (13a) berikut.
9
(13a) *Iya, akan dimusyawarahkan, dia dalam hp.
3.1.2 Campur Kode Berbentuk Frase
Campur kode berupa frase yang ditemukan pada penelitian ini berupa frase nominal, frase verbal, frase ajektival, dan frase proposisional.
a. Frase Nominal
Frase nominal yang terdapat dalam campur kode pada persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman dapat dilihat pada data berikut.
(14) Rumah gaek amak
Pada data (14) terdapat campur kode berbentuk frase nominal, yaitu frase gaek amak ‘orang tua ibu’. Frase gaek amak merupakan frase yang terdiri atas unsur inti gaek ‘orang tua’ dan noninti amak ‘ibu’. Kedua unsur tersebut berkategori nomina.
Frase gaek amak pada data (14) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila frase tersebut dilesapkan, pesan dan informasi yang disampaikan tidak lengkap dan tidak dapat diterima dengan jelas. Setelah frase gaek amak dilesapkan, kalimat yang terdapat pada data (14) tidak lagi berupa kalimat, tetapi berubah menjadi kata sehingga makna yang disampaikan juga berubah, sehingga kalimat tersebut menjadi tidak jelas, seperti data (14a) berikut.
(14a) *Rumah
Berikut ini dapat pula diperhatikan pemakaian bentuk campur kode frase nominal.
(15) Rumah amak awak.
Pada data (15) terdapat campur kode berupa frase nominal, yaitu frase amak awak ‘ibu saya’. Frase amak awak terdiri atas unsur inti amak ‘ibu' dan noninti awak ‘saya’. Kedua unsur tersebut berkategori nominal.
Frase amak awak pada data (15) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila frase amak awak dilesapkan, pesan yang disampaikan tidak lengkap. Setelah frase amak awak dilesapkan, kalimat yang terdapat pada data (15) tidak lagi berupa kalimat tetapi berubah menjadi kata dasar dan maknanya berubah. Pesan yang disampaikan menjadi tidak jelas, seperti data (15a) berikut.
(15a)* Rumah.
b. Frase Verbal
Frase verbal yang terdapat di dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman dapat dilihat pada data berikut.
(16) Makanya, kalau dia indak izin apa amak masih buliah mambongka rumah tu?
Data (16) merupakan campur kode berbentuk frase, yaitu buliah mambongka ‘boleh membongkar’. Frase buliah
10
mambongka ‘boleh membongkar’ merupakan frase yang terdiri atas unsur inti mambongka ‘membongkar’ dan unsur noninti buliah ‘boleh’. Frase buliah mambongka ‘boleh membuka’ adalah campur kode frase verbal.
Frase buliah mambongka ‘boleh membongkar’ pada data (16) apabila dilesapkan, pesan dan informasi tidak dapat diterima dan kalimat tersebut tidak gramatikal karena frase mambongka ‘boleh membongkar’ merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat, seperti data (16a) berikut.
(16a) *Makanya, kalau dia indak izin apa amak masih rumah tu?
Berikut ini dapat pula diperhatikan pemakaian bentuk campur kode frase verbal.
(17) Ditanganannyo sekali.
Pada data (17) terdapat campur kode berbentuk frase verba, yaitu frase ditanganannyo 'dipukulnya’. Frase ditanganannyo terdiri atas unsur inti ditanganan ‘dipukul’ yang berkategori verbal dan noninti nyo ‘dia’ yang berkategori nominal.
Frase ditanganannyo pada data (17) merupakan frase verba. Frase ditanganannyo merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat tersebut. Apabila frase tersebut dilesapkan, pesan dan informasi yang disampaikan tidak lengkap dan tidak dapat berterima atau kalimat tersebut tidak gramatikal dan makna yang disampaikan tidak jelas, seperti data (17a) berikut.
(17a) *Sekali
c. Frase Ajektival
Frase ajektival yang terdapat dalam campur kode pada persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman dapat dilihat pada data berikut.
(18) Tidak keberatan. Ya, kalau ndak keberatan berarti ibuk harus disumpah kedua-duanya, silahkan berdiri! Diambil sumpahnya terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan.
Pada data (18) terdapat campur kode berbentuk frase ajektival yaitu frase ndak keberatan ‘tidak apa-apa’. Frase ndak keberatan terdapat unsur inti keberatan ‘apa-apa’ dan noninti ndak ‘tidak’.
Frase ndak keberatan pada data (18) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila frase tersebut dilesapkan, pesan yang disampaikan tidak lengkap dan informasinya tidak dapat berterima atau kalimat tersebut tidak gramatikal seperti data (18a) berikut.
(18a) *Tidak keberatan. Ya, kalau berarti ibuk harus disumpah kedua-duanya, silahkan berdiri! Diambil sumpahnya terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan.
11
d. Frase Proposisional
Frase proposisional yang terdapat dalam campur kode pada persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman dapat dilihat pada data berikut.
(19) Ya, di dapua karena tukang tu di dapua.
Pada data (19) terdapat campur kode berbentuk frase proposisional, yaitu frase di dapua ‘di dapur’. Frase di dapua ‘di dapur’ terdapat unsur inti dapua ‘dapur’ dan noninti di ‘di’ merupakan preposisi.
Frase di dapua berarti ‘ di dapur’ merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila frase di dapua berarti ‘ di dapur’ dilesapkan, informasi atau pesan yang disampaikan tidak lengkap dan tdak dapat diterima. Kalimat tersebut tidak gramatikal dan makna yang disampaikan berubah, seperti data (19a) berikut.
(19) *Ya, karena tukang tu.
4.1.3 Campur Kode Berbentuk Klausa
Bentuk campur kode yang ditemukan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman adalah campur kode klausa yang ditemukan penulis adalah sebagai berikut.
(20) Jalehan bana ciek-ciek lu. Tadi di dapur?
Pada data (20) terdapat campur kode berbentuk klausa, yaitu jalehan bana ciek-ciek ‘jelaskan benar satu per satu’. Klausa jalehan bana ciek-ciek berpola SP, yaitu jalehan bana ciek-ciek.
S P
Klausa jalehan bana ciek-ciek ‘jelaskan benar satu per satu’ pada data (20) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila klausa jalehan bana ciek-ciek ‘jelaskan benar satu per satu’ dilesapkan, pesan atau informasi yang disampaikan tidak lengkap dan kalimat tersebut tidak gramatikal, seperti data (20a) berikut.
(20a) *lu. tadi di dapur?
Berikut ini dapat pula diperhatikan pemakaian bentuk campur kode klausa verbal.
(21) Ya, kan jaraknya segini, manga tu metek saya berdirikan terus dikajanyo awak.
Pada data (21) terdapat campur kode klausa verbal, yaitu dikajanyo wak ‘dikejarnya saya’. Berdasarkan kategori yang mengisi predikatnya, klausa ini termasuk klausa verbal. Klausa dikajanyo wak memiliki pola PS, yaitu dikajanyo awak.
P S
Klausa dikajanyo awak pada data (21) merupakan unsur inti atau wajib hadir di dalam kalimat. Apabila klausa tersebut dilesapkan, pesan yang disampaikan tidak lengkap dan informasinya tidak dapat
12
diterima atau kalimat tersebut tidak gramatikal, sehingga kalimat tersebut seperti data (21a) berikut.
(21a) *Ya, kan jaraknya segini, manga tu metek saya berdirikan terus
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis bentuk campur kode di Pengadilan Negeri Kabupaten Padang Pariaman, dapat disimpulkan bahwa campur kode yang ditemukan terdapat pada tataran kata, frase, dan klausa. Pada tataran kata campur kode digolongkan atas (a) kata dasar, yaitu kata dasar berkategori nomina, nomina bernyawa, verba, pronomina, numeralia, dan ajektiva. (b) kata berimbuhan, (c) kata ulang. Campur kode pada tataran frase dikelompokkan atas frase nominal, frase verbal, frase ajektival, dan frase proposisional. Sementara itu, pada tataran klausa ditemukan klausa verba berpola SP, SPKET.
5. Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Sari, Irta. 2012. Campur Kode dalam Ceramah Agama Di Masjid Jihad Koto Baru Kecamatan Bayang Pesisir Selatan. Skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta.
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sulistiawati. 2012. Analisis Campur Kode dalam Novel Negeri 5 Menara. Skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta.
Trilawati, Revi. 2005. Analisis Campur Kode dalam Rubrik Komentar pada Harian Umum Singgalang. Skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta.

Author Biography

Fitrizal .

Jurusan Sastra Asia Timur

Downloads

Published

2013-10-16