KALIMAT IMPERATIF BAHASA MINANGKABAU DI LUBUK MALAKO SOLOK SELATAN

Authors

  • Fitri Irda Gusti
  • Elvina A Saibi
  • Puspawati .

Abstract

ABSTRAK
Imperative sentence is a sentence which is asked to the listener, reader or listener take an action in accordance with the intent of the sentence. Imperative sentence in Minangkabau language in Lubuk Malako Solok Selatan have uniqueness. This can be seen in the form of imperative punctuation as it is used in Lubuk Malako language. The purpose of this research is to describe imperative sentence of Minangkabau Lubuk Malako Solok Selatan language. the researcher used Finoza and Alwi theory. Research method that is used here was descriptive method. Data collection techniques in this research are scrutiny in speech, free scrutiny in speech, recording, and transcription techniques. Method of analysis is distributional method. Tecniques of data analysis in this research are dissipative, reversal, and expansive techniques. Imperative sentence that found in Minangkabau Lubuk Malako Solok Selatan language consisted of 7 modes, which are: delicate imperative sentence, direct imperative language, prohibition imperative language, appealing imperative language, impulsive and expectation imperative language, permit imperative language, non transitive imperative language, and transitive imperatif language. Delicate imperative sentence examples such as tolong ‘tolong’, bo ‘coba’; prohibition imperative language examples such as jan ‘jangan’ janla ‘janganlah’; appealing imperative language examples such as agia ‘minta’, mintak ‘minta’, and ambin ‘ambilkan’; impulsive and expectation imperative language examlpes such as kinyak ‘ke sini’, baliak ‘pulang’, naiak ‘naik’, pai ‘pergi’, and buaok ‘berharap’; permit imperative language examples such as beala ‘biarlah’, palapela ‘biarkanlah’.
Key Word : imperative sentence, Minangkabau language, Lubuk Malako Solok Selatan.
Pendahuluan
Kalimat imperatif merupakan kalimat yang isinya meminta pendengar, pembaca atau lawan bicara untuk melakukan tindakan sesuai dengan maksud kalimat. Finoza (2010:169) menyatakan bahwa kalimat imperatif dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu. Kalimat imperatif yang dikaji dalam penelitian ini adalah kalimat imperatif bahasa Minangkabau yang terdapat di Lubuk Malako Solok Selatan.
Lubuk Malako terletak di ujung Kabupaten Solok Selatan. Dari Kota Padang membutuhkan waktu enam jam untuk sampai ke Lubuk Malako. Bahasa Minangkabau yang digunakan oleh masyarakat Lubuk Malako berbeda dengan bahasa Minangkabau pada umumnya.
Kalimat imperatif bahasa Minangkabau Lubuk Malako Solok Selatan memiliki keunikan. Keunikan tersebut dapat dilihat dari bagaimana bentuk penanda kalimat imperatif yang digunakan. Perhatikan contoh di bawah ini.
(1) Antan, agia ma’u untuak sado
kasalahan yia!
Kakek, minta maaf untuk segala kesalahan ya!
‘Kek, mohon maaf atas segala kesalahan’
(2) Palapela nyo nak ngecek apo!
Biarlah dia mau bicara apa!
‘Biarlah dia berbicara apa saja’
Berdasarkan data (1) dan (2) dapat diamati bahwa kalimat pada data (1) merupakan kalimat imperatif permintaan. Kata agia pada data (1) bermakna minta. Kalimat pada data (2) merupakan kalimat imperatif pembiaran. Kata palapela pada data (2) bermakna biarlah.
Berdasarkan data tersebut, penulis tertarik meneliti bahasa Minangkabau Lubuk Malako Solok Selatan. Sepanjang pengetahuan penulis kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau Lubuk Malako belum pernah diteliti.
Penelitian tentang kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau sudah pernah dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh Nenti (2005) mahasiswa Bung Hatta Jurusan Sastra Indonesia dengan judul kalimat perintah dalam bahasa Minangkabau Dialek Pasaman. Sementara itu, Saputri (2013) mahasiswa Bung Hatta Jurusan Sastra Indonesia dengan judul Analisis Tindak Tutur Bahasa Minangkabau di Daerah Sangir.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan bentuk kalimat imperatif bahasa Minangkabau di Lubuk Malako Solok Selatan.
Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Sudaryanto (1992:62) metode deskriptif menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomen yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah metode simak. Menurut Sudaryanto (1993:133) disebut metode simak karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Selanjutnya, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah teknik simak libat cakap. Menurut Sudaryanto (1993:133) teknik simak libat cakap dapat dilakukan bila kegiatan penyadapan data bahasa yang diteliti dilakukan oleh pengumpul data dengan cara berpartisipasi dalam pembicaraan dan
menyimak perbicaraan. Selain itu, penulis juga menggunakan teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam dilakukan tanpa sepengetahuan informan dengan menggunakan tape recorder atau handphone. Teknik catat dilakukan langsung ketika teknik rekam selesai dilakukan (Sudaryanto, 1993:135).
Metode yang digunakan untuk menganalisis data ialah metode agih. Menurut Sudaryanto (1993:15) metode agih alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri.
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data ialah teknik lesap. Menurut Sudaryanto (1993:41) teknik lesap dimaksudkan sebagai sebuah teknik analisis yang berupa penghilangan atau pelesapan unsur satuan lingual. Selain menggunakan teknik lesap, penulis juga menggunakan teknik perluas dan teknik balik. Teknik perluas dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang bersangkutan ke kanan dan ke kiri, dan perluasan itu menggunakan “unsur” tertentu (Sudaryanto, 1993:37). Menurut Sudaryanto (1993:38) teknik balik tidak mengubah jumlah serta wujud unsur satuan lingual yang ada. Yang berubah hanyalah wujud satuan lingualnya sebagai satu keseluruhan karena unsur yang ada berpindah tempatnya dalam susunan beruntun.
Hasil dan Pembahasan
Kalimat imperatif yang akan dibahas pada artikel ini adalah kalimat imperatif bahasa Minangkabau Lubuk Malako ditinjau dari segi Bentuk. Bentuk kalimat imperatif yang ditemukan dalam bahasa Minangkabau Lubuk Malako Solok Selatan ada delapan macam, yaitu kalimat imperatif halus, kalimat imperatif langsung, kalimat imperatif larangan, kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif ajakan dan harapan, kalimat imperatif pembiaran, kalimat imperatif taktransitif, dan kalimat imperatif transitif. Perhatikan data berikut.
1. Kalimat Imperatif Halus
Kalimat imperatif halus yang ditemukan dalam bahasa Minangkabau Lubuk Malako ditandai dengan kata tolong. Simak data berikut.
(5) Tolong suwun piti tu lu!
tolong simpan uang itu dulu!
‘Tolong simpan uang itu dulu’!
Pemarkah imperatif tolong pada data (5) merupakan penanda kalimat imperatif halus. Pemarkah tolong pada data (5) dapat dilesapkan seperti data (5a). Selain dilesapkan pemarkah tolong pada data (5) juga dapat diperluas dengan menambahkan partikel -lah di antara kata tolong dan barasin seperti data (5b). Perhatikan data berikut.
(5a) Suwun piti du lu!
simpan uang itu dulu!
‘Simpan uang itu dulu’!
(5b) Tolongla suwun piti du lu!
tolonglah simpan uang itu dulu! ‘Tolonglah simpan uang itu dulu’!
Kalimat pada data (5a) merupakan kalimat imperatif langsung yang ditandai oleh kata suwun ‘simpan’. Perluasan pada data (5b) dengan menambahkan partikel –la lebih memperjelas maksud dari kalimat pada data (5).
2. Kalimat Imperatif Langsung
Data di bawah ini menunjukkan bentuk kalimat imperatif langsung dengan menggunakan konstituen yang berupa variasi verba dasar. Lihat data berikut.
(7) Baliak Ang lai!
pulang kamu lagi!
‘Pulanglah kamu lagi!
Kalimat pada data (7) yang ditandai oleh kata baliakla merupakan kalimat imperatif langsung. Kata baliakla pada data (7) dapat dilesapkan, seperti data (7a). Selain dapat dilesapkan data (7) juga dapat diperluas dengan menambahkan kata yo di awal kalimat, seperti data (7b). Perhatikan data berikut.
(7a) Ang lai!
kamu lagi!
‘Kamu lagi’!
(7b) Yo, baliakla Ang lai!
Ya, pulanglah kamu lagi!
‘Ya, pulanglah kamu lagi!
Pelesapan pada data (7a) mengakibatkan makna kalimat berubah menjadi ‘menunggu giliran’. Perluasan pada data (7b) dengan menambahkan kata yo lebih memperjelas maksud kalimat pada data (7).
3. Kalimat Imperatif Larangan
Kalimat imperatif larangan dalam bahasa Minangkabau Lubuk Malako Solok Selatan dapat diungkapkan dengan menggunakan konstituen jan ‘jangan’. Perhatikan data berikut.
(12) Jan duduak di simin No, dingin!
Jangan duduk di semen Nek, dingin!
‘Jangan duduk di semen Nek, dingin’!
Kalimat pada data (12) merupakan bentuk kalimat imperatif larangan yang ditandai oleh kata jan. Kata jan pada data (12) dikatakan kalimat imperatif larangan karena kata jan menyatakan perbuatan untuk melarang melakukan sesuatu. Data (12) dapat dibalik posisinya yaitu dengan meletakkan kata jan di tengah kalimat seperti data (12a). Data (12) dapat menjadi (12b) dengan menambahkan partikel -lah di antara kata jan dan duduak. Selanjutnya, dapat menjadi (12c) dengan menambahkan frase kok dapek di awal kalimat. Simak data berikut:
12a) No, jan duduak di simin, dingin! Nek, jangan duduk di semen, dingin!
‘Nek, jangan duduk di semen, dingin’!
(12b) Janla duduak di simin No, dingin!
janganlah duduk di semen Nek, dingin!
‘Janganlah duduk di semen Nek, dingin’!
(12c) Kok dapek jan duduak di simin No, dingin!
Kalau bisa jangan duduk di semen Nek, dingin!
‘Kalau bisa jangan duduk di semen Nek, dingin’!
Makna kalimat pada data (12a) tidak berubah meskipun posisi penanda imperatifnya berubah. Perluasan pada data (12b) dan (12c) dengan menambahkan partikel –la dan frase kok dapek juga tidak mengubah makna, tetapi lebih memperjelas makna kalimat pada data (12).
4. Kalimat Imperatif Permintaan
Data di bawah ini merupakan variasi bentuk kalimat imperatif permintaan dengan menggunakan konstituen agia ‘minta’. Perhatikan data berikut.
(14) Ni, agia kecap du tek!
Kak, minta kecap itu sedikit! ‘Kak, minta kecap tu sedikit’!
Kata agia pada data (14) merupakan kalimat imperatif permintaan Kata agia dikatakan kalimat imperatif permintaan karena kata agia menyatakan perbuatan meminta. Data (14) dapat dibalik posisinya dengan meletakkan kata agia di awal kalimat, seperti data (14a). Selain itu, data (14) juga dapat diperluas dengan menambahkan partikel -la di antara kata agia dan kecap, seperti data (14b). Simak data berikut.
(14a) Agia kecap du tek, Ni!
minta kecap itu sedikit, Ni!
‘Minta kecap itu sedikit, Kak’!
(14b) Ni, agiala kecap du tek!
Kak, mintalah kecap itu sedikit! ‘Kak mintalah kecap tu sedikit’!
Makna kalimat pada data (14a) tidak berubah meskipun posisi penanda imperatifnya berubah. Perluasan pada data (14b) dengan menambahkan partikel –la lebih memperjelas maksud dari kalimat pada data (14).
5. Kalimat Imperatif Ajakan dan Harapan
Data di bawah ini menunjukkan variasi bentuk kalimat imperatif ajakan dan harapan dengan menggunakan konstituen kinyak ‘ke sini’. Simak data berikut.
(17) kinyak jalan Ta!
Kesini jalan ta!
‘Ta kesini jalan’!
Kalimat pada data (17) merupakan salah satu bentuk kalimat imperatif ajakan yang ditandai oleh kata kinyak. Kata kinyak pada data (17) dikatakan kalimat imperatif ajakan karena kata kinyak menyatakan perbuatan mengajak. Di akhir kalimat dapat diperluas dengan menambahkan frase bea capek tibo,
sehingga kalimat pada data (17) dapat menjadi (17a) yang maknanya tidak berubah. Di samping itu, kalimat pada data (17) dapat pula di balik posisinya dengan meletakkan kinyak di tengah kalimat seperti data (17b). Untuk lebih jelas simak data berikut.
(17a) Kinyak jalan Ta bea capek tibo!
ke sini jalan Ta biar cepat sampai! ‘Ke sini jalan Ta biar cepat sampai’!
(17b) Ta, kinyak jalan!
Ta, ke sini jalan!
‘Ta, ke sini jalan’!
Perluasan pada data (17a) dengan menambahkan frase bea capek tibo lebih memperjelas maksud dari kalimat. Makna kalimat (17b) tidak berubah meskipun posisi penanda imperatifnya berubah.
6. Kalimat Imperatif Pembiaran
Data di bawah ini menunjukkan variasi bentuk Kalimat imperatif pembiaran dengan menggunakan konstituen bea la ‘biarlah’. perhatikan data berikut.
(22) Beala ino du nan mangarajon!
Biarlah nenek itu yang mengerjakan!
‘Biarlah nenek itu yang mengerjakan’!
Kalimat pada data (22) yang ditandai oleh kata beala merupakan kalimat imperatif pembiaran. kata beala dikatakan kalimat imperatif pembiaran karena kata beala menyatakan perbuatan tidak melarang. Data (22) dapat ditambah dengan frase kok dapek dan kata Anto (sapaan terhadap orang yang diperintah) di awal kalimat, sehingga menjadi data (22a) dan (22b). Perhatikan data berikut.
(22a) Kok dapek beala Ino du nan mangarajon!
kalau bisa biarlah Nenek itu yang mengerjakan!
‘Kalau bisa biarlah Nenek itu yang mengerjakan’!
(22b) Anto, beala Ino du nan mangarajon!
Anto, biarlah Nenek itu yang mengerjakan!
‘Anto, biarlah Nenek itu yang mengerjakan’!
Perluasan bentuk kalimat pada data (22a) dan (22b) dengan menambahkan frase kok dapek dan kata Anto (sapaan untuk orang yang disuruh) lebih memperjelas informasi yang disampaikan.
7. Kalimat Imperatif Taktransitif
Variasi bentuk kalimat imperatif taktransitif dapat diungkapkan dengan verba dasar, adjektiva dasar dan frase preposisional.
(24) Makan naiak Ta!
Makan naik Ta!
‘makan ke rumah Ta!
Kalimat pada data (24) yang ditandai verba dasar makan merupakan kalimat imperatif taktransitif. Verba dasar makan pada data (24) dapat dilesapkan sehingga menjadi data (24a). kemudian juga dapat menjadi data (24b) dengan membalikkan
posisi kata dengan meletakkan kata makan di tengah kalimat. Selain itu, data (24) dapat diperluas dengan menambahkan partikel-la, seperti data (24c). Perhatikan data berikut.
(24a) Naik Ta!
naik Ta!
‘Ke rumah Ta’!
(24b) Ta, makan naik!
Ta, makan naik!
‘Ta, makan ke rumah’!
(24c) Makanla naik Ta!
makanlah naik Ta!
‘Makanlah ke rumah Ta’!
Kalimat pada data (24a) masih merupakan kalimat imperatif taktransitif verba dasar meskipun verba dasar makan sudah dilesapkan. Kalimat pada data (24b) maknanya tidak berubah meskipun posisi penanda imperatifnya berubah. Perluasan kalimat pada data (24c) dengan menambahkan partikel –la makna juga tidak berubah, tetapi lebih memperjelas informasi yang disampaikan.
(27) capek mua Yen!
Cepat ya Yen!
,cepat ya Yen!
Kalimat pada data (27) merupakan bentuk kalimat imperatif taktransitif adjektiva dasar yang ditandai oleh kata capek. Kata capek pada data(27) dikatakan kalimat imperatif taktransitif adjektiva dasar karena kata capek menyatakan adjektiva dasar. Data (27) dapat dibalik posisinya dengan meletakkan kata capek di tengah kalimat seperti data (27a). Data (27) dapat menjadi (27b) dengan menambahkan partikel –la di antara kata capek dan mua. Selanjutnya, dapat menjadi (27c) dengan menambahkan frase kok dapek di awal kalimat. Simak data berikut.
(27a) Yen, capek mua!
Yen, cepat ya!
‘Yen, Cepat ya’!
(27b) capekla mua Yen!
Cepatlah ya Yen!
,cepatlah ya Yen!
(27c) kok dapek capek mua Yen!
Kalau bisa cepat ya Yen!
Kalau bisa cepat ya Yen!
Makna kalimat pada data (27a) tidak berubah meskipun posisi penanda imperatifnya berubah. Perluasan pada data (27b) dan (27c) dengan menambahkan partikel –la dan frase kok dapek lebih memperjelas informasi yang ingin disampaikan.
(29) Ci, bak ken kumua tu ka sumu!
Ci, bawa kain kotor itu ke sumur!
‘Ci, bawa kain kotor itu ke sumur’!
Kalimat pada data (29) merupakan bentuk kalimat imperatif taktransitif frase preposisional yang ditandai oleh kata ka sumu. Frase pada data (29) dapat dilesapkan seperti data (29a). Selain dilesapkan Data (29) dapat dibalik posisinya dengan meletakkan kata ka sumu di tengah kalimat dan ditambah kata mua di antara kata kau dan Yen, seperti data (29b) dan (29c). Simak data berikut.
(29a) Ci, bak ken kumua tu!
Ci, bawa kain kotor itu!
‘Ci, bawa kain kotor itu’!
(29b) Bak ken kumua tu ka sumu Ci,!
bawa kain kotor itu ke sumur Ci,!
‘Bawa kain kotor itu ke sumur Ci’!
(29c) Bak ken kumua tu ka sumu mua Ci!
bawa kain kotor itu ke sumur mua Ci’!
‘Bawa kain kotor itu ke sumur mua Ci’!
Kalimat pada data (29a) merupakan kalimat imperatif langsung yang ditandai oleh kata bak. Makna kalimat pada data (29b) dan data (29c) tidak berubah meskipun posisi penanda imperatifnya berubah.
8. Kalimat Imperatif Transitif
Data di bawah ini menunjukkan bentuk kalimat imperatif transitif dengan menggunakan konstituen tanam ‘tanam’. Lihat data berikut.
(30) Tanam mangga ko Ndra a!
Tanam mangga ko Ndra!
‘Ndra tanam mangga ko’!
Kata tanam pada data (30) merupakan penanda kalimat imperatif transitif. Data (30) dapat menjadi data (30a) jika diperluas dengan menambahkan partikel -la di antara kata tanam dan mangga. Selanjutnya, data (30) dapat menjadi data (30b) dengan membalikkan posisi kata tanam di tengah kalimat. Perhatikan data berikut.
(30a) Tanamla mangga ko Ndra!
tanamlah mangganko Ndra!
‘Tanamlah mangga ko Ndra’!
(30b) Ndra, tanam mangga ko!
Ndra, tanam mangga ko!
‘Ndra, tanam mangga ko’!
Perluasan kalimat pada data (30a) dengan menambahkan partikel -la lebih memperjelas informasi yang ingin disampaikan. Makna kalimat pada data (30a) dan (30b) tidak berubah meskipun posisi penanda imperatifnya berubah.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah disampaikan dalam analisis, penulis menyimpulkan bahwa kalimat :
1. Kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau Lubuk Malako sangat variatif dan masyarakat Lubuk Malako tersebut juga menggunakan kata sapaan untuk memerintah.
2. Kalimat imperatif ditandai oleh kata tolong, bo digunakan untuk kalimat imperatif halus. Kalimat imperatif langsung ditandai oleh verba dasar baliakla, paila, bak, ambiakla, dan pakaila. Untuk kalimat imperatif larangan ditandai oleh jan, dan janla. Pada kalimat imperatif permintaan konstituen yang digunakan adalah agia, mintak, dan ambin. Untuk kalimat imperatif ajakan dan harapan ditandai oleh kinyak, baliak, naiak, pai dan buaok.
3. Adapun kalimat imperatif taktransitif juga ditemukan yang diungkapkan melalui verba dasar, adjektiva dasar, dan frase preposisional. Disamping itu, juga ditemukan kalimat imperatif transitif.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Finoza, Lamuddin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insane Mulia.
Nenti, Syafri. 2005. “Kalimat Perintah Dalam Bahasa Minangkabau Dialek Pasaman”. Skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Samarin, William J. 1988. Field Linguistics: A Guide to Linguistics Field Work. New york: holt. Rinehart and wiston.
Saputri, Yoffi Desi. 2013. “Analisis Tindak Tutur Bahasa Minangkabau di Daerah Sangir”. Skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta.
Sudaryanto. 1992. Metode linguistik. Yogyakarta: Gaja Mada University Press.
--------------- 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Author Biography

Fitri Irda Gusti

Jurusan Sastra Asia Timur

Downloads

Published

2013-09-13