DISHARMONISASI EKSISTENSI WAKIL WALIKOTA PADANG DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Authors

  • Rinaldi Kasim
  • Lis Febrianda
  • Maiyestati .

Abstract

Eksistensi wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan cukup penting, namun hubungan kerja antara kepala daerah dengan wakilnya umumnya cepat berakhir. Fenomena ini tentu akan berdampak pada jalannya roda Pemerintahan. Untuk itu rumusan masalah adalah : (1) Bagaimanakah disharmonisasi eksistensi Wakil Walikota Padang dalam penyelenggaraan pemerintahan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah? (2) Faktor-faktor apakah yang memengaruhi disharmonisasi Wakil Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang? (3) Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota agar penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang dapat berjalan dengan baik?. Metode penelitian melalui pendekatan yuridis sosiologis dengan melalui pengumpulan data studi dokumen dan wawancara mendalam dianalisis secara deskriptif analisis. Hasil penelitian : (1) a. Belum semua tugas dan wewenang Wakil Walikota diserahkan sepenuhnya kepada Wakil Walikota. b. Ada sebagian urusan administrasi  yang tidak melalui Wakil Walikota, akan tetapi langsung ke Walikota. c. Dalam pengangkatan dan penunjukan pejabat-pejabat struktural di pemerintahan Kota Padang, Walikota tidak berkoordinasi dengan Wakil Walikota. (2) a. faktor  hubungan kerja. b. faktor legitimasi. c. faktor politik. (3) Upaya-upaya yang dilakukan oleh Wakil Walikota dalam menjaga harmonisasi dengan Walikota : a. Lebih mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan orang banyak dari pada kepentingan pribadi atau golongan. b. Memosisikan diri sebagai pembantu Walikota. c. Tidak mau terlalu masuk dalam pengambilan kebijakan yang menjadi porsi Walikota. d. Selalu berkomunikasi dengan Walikota jika ada hal-hal yang menyangkut kepentingan masyarakat. e. Lebih mengutamakan pembangunan untuk kepentingan daerah. f. Tidak memperlihatkan perbedaan pendapat dengan Walikota di forum terbuka atau depan masyarakat. g. Jika pendapat Wakil Walikota diakomodir oleh Walikota maka Wakil Walikota akan mengapresinya.

 

 

 

Kata Kunci: Disharmonisasi, Wakil Walikota,  Pemerintahan Daerah 

References

A. Buku-buku

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Rajawali Pers, Jakarta, 2010

Sudarwan Danim, Menjadi Penelitian Kualitatif, Pustaka Setia, Bandung, 2002

Suharizal, 2011, Pemilukada: Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang, Rajawali Pers, Jakarta, 2011

Tjahya Supriatna, Teori Pembaharuan Pemerintahan Daerah, Program Pascasarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta, 2005

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

C. Website

Djohermansyah Djohan, Solusi Pecah Kongsi Kepala Daerah, http://www.harian haluan.com/index.php?option=com_contentd&view=article id=4936:solusi-pecah kongsi-kepala-daerah & catid=12:refleksi & itemid=82.

Ahmad Kurnia,Manajemen Penelitian http ://Skripsimahasiswa,blogspot.com/2012 /06/Jenis-den-te

http://www.riaupos.co/38011-berita-pecah-kongsi,-walikota-wakil-walikota-sama-sama-salah.html.

http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=2515

http://sindikasi.inilah.com/read/detail1802627/mayoritas-kepala-daerah-dan-wakil-disharmonisasi.

http://www.minangkabaunews.com/artikel-2995-mahyeldi-minta-camat-dan-lurah-tingkatkan-kualitas-pelayanan-publik.html

Published

2014-03-16